Mataram (Inside Lombok) – Kasus kekerasan perempuan dan anak di Kota Mataram sepanjang 2024 tercatat mengalami peningkatan. Berdasarkan data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram, ada 94 kasus yang ditangani sepanjang tahun.
“Tahun ini ada 64 kasus anak laki -laki dan perempuan. Kalau perempuan dewasa itu ada 30 kasus,” kata Kepala DP3A Kota Mataram, Dewi Mardiana Ariani, Senin (30/12) pagi. Ia mengatakan, jumlah ini terjadi peningkatan dari tahun 2023 lalu yaitu sebanyak 77 kasus. Peningkatan kasus ini karena disebut karena masifnya warga yang melapor. “Berani sekarang speak up. Kalau kita ke sekolah mereka bicara,” sambungnya.
Keberanian para korban ini disambut baik karena dengan begitu bisa dilakukan pendampingan kepada para korban. Di mana selama ini kasus-kasus tersebut banyak tidak terungkap karena korban tidak mau melaporkannya. “Jadi kan sudah tidak dianggap tabu khususnya pada kekerasan seksual,” katanya.
Dari puluhan kasus yang terjadi diantaranya kekerasan seksual pada anak perempuan, bullying pada anak lagi dan kasus KDRT pada perempuan. Semua kasus ini disebut sudah ditangani semuanya dan para korban mendapatkan pendampingan khusus untuk menghilangkan traumanya. “Semua sudah ditangani. Ke psikolog juga dan rata kita lakukan pendampingan untuk para korban,” katanya.
Mendorong masyarakat untuk lebih aktif lagi melaporkan kasus kekerasan yang dialami, Pemda rutin turun ke sekolah dan masyarakat. Bahkan DP3A Kota Mataram membuat management kasus kepada kepala lingkungan. “Jadi Kaling juga aktif. Mereka juga berani sampaikan kalau ada kasus yang terjadi. Kita bersinergi dengan seluruh-seluruhnya,” katanya.
Menurut Dewi, semakin banyak kasus yang berhasil diungkap maka penanganan bisa dilakukan lebih maksimal. Selama ini kasus kekerasan yang terjadi banyak tidak dilaporkan. “Kita dorong dia untuk berani speak up. Pola asuh itu sangat penting. Kalau sudah magrib ya anak harus sudah pulang,” katanya.
Dp3A Kota Mataram memastikan identitas korban yang melapor tidak disebarluaskan. Hal ini akan akan memberikan kenyamanan kepada korban ketika melaporkan kasus yang dialaminya. “Kita pastikan identitas pelapor dan korban itu dirahasiakan. Kami tidak boleh, Jadi orang luar hanya bisa tahu kasus tapi tidak boleh sedetail mungkin,” katanya menutup. (azm)