Mataram (Inside Lombok) – Kasus pelecehan seksual terhadap santri yang terjadi di pondok pesantren (ponpes) wilayah Kecamatan Sikur, Lombok Timur menjadi atensi semua pihak, termasuk Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Agama (Kemenag) NTB. Pasalnya, pelaku dalam kasus itu nyatanya adalah oknum pimpinan ponpes itu sendiri.
Kepala Kanwil Kemenag NTB, H. Zamroni Aziz mengatakan dalam hal ini perlu penekan, untuk penanganan tindak kekerasan, pihaknya sudah mempunyai pedoman sesuai yang diatur Keputusan Inspektur Jenderal Kemenag RI nomor 16/2023, dan Putusan Mahkamah Agung nomer 83/2023.
“Ketika kemarin kita dengar di media, perlu dibedakan antara lembaga dengan pondok pesantren. Intinya adalah kita serahkan ke APH, kami di Kemenag ada SOP standarnya itu,” ujar Zamroni, Kamis (25/5).
Di sisi lain, menurutnya ponpes adalah salah satu marwah yang dibanggakan di NTB. “Harapan kami binaan-binaan kita memang sudah maksimal kita lakukan (kepada ponpes). Kita membinanya dalam arti kurikulum, infrastruknya termasuk juga kemandirian pondok pesantren kita perhatikan. Hal-hal yang kaitannya dengan keamanan dan sebagainya kami di Kemenag juga tidak bisa seperti itu,” terangnya.
Kemenag Lotim juga disebutnya telah melakukan investigasi. Dari hasil investigasi itu, setelah dilakukan kajian terkait kasus itu, pihaknya akan meneruskan hasil kajian yang didapat ke Kemenag RI untuk menentukan sanksi yang tepat. Hal itu diperlukan lantaran izin suatu ponpes ada di Kemenag RI.
Lebih lanjut, karena mekanisme sanksi akan diatur oleh pusat, pihaknya juga harus memastikan lembaga-lembaga pendidikan mana saja yang terlibat di ponpes itu. Di mana hal itu nantinya akan menjadi pertimbangan.
“Yang jelas kami akan bekerja sesuai SOP ketentuan yang ada. Mohon kepada kita semua, imbauan kepada masyarakat NTB, mohon maaf kami atas nama Kemenag. Kami sudah membina semaksimal mungkin untuk ponpes. Melalui forum ponpes, KSPP dan sebagainya,” bebernya.
Selain itu, Zamroni juga berharap masyarakat NTB jangan pernah ragu menyekolahkan anak-anaknya ke ponpes. Karena menurutnya masih banyak ponpes yang memiliki itikad baik, mendidik anak-anak sebagai penerus agama, bangsa dan negara.
“NTB, terutama Lombok ini adalah lumbungnya ponpes. Jangan pernah ponpes lain dicederai segelintir yang mengatasnamakan pondok, dan saya kira itu oknum. Kita tunggu apa hasilnya sesuai hukum yang berlaku,” jelasnya.
Pihaknya pun mendorong satgas anti kekerasan seksual di ponpes membuat beberapa program. Termasuk layanan remaja di ponpes madrasah melalui bidang-bidang yang ada. “Makanya kemarin Asisten II (Setda Provinsi NTB) diperintah oleh Gubernur, untuk kami bisa berjalan bersama. Seperti BKKBN kemudian Dinas Kesehatan untuk kami jalan bersama, biar terintegrasi program ini, supaya ada antisipasi. Ya mudah-mudahan tidak ada lagi peristiwa seperti ini di NTB,” pungkasnya. (dpi)