Mataram (Inside Lombok) – Rumah potong hewan (RPH) di Banyumulek saat ini belum beroperasi kembali. Hal ini lantaran tidak ada pengelola karena usaha pengembangan daging yang dilakukan sebelumnya oleh pihak swasta tidak sesuai harapan.
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, Muhammad Riadi mengatakan dua pengelola di RPH Banyumulek sudah menghentikan kerjasamanya dengan Pemprov NTB karena usaha pengembangan daging tidak sesuai harapan. “Yang berat sapi 3 kwintal tidak didapatkan. Pernah di order dua kali dari 100 ekor dan yang bisa masuk itu cuma tujuh ekor,” katanya.
Ia mengatakan, untuk mengoperasikan RPH tersebut pengelola sebelumnya akan mendatangkan sapi impor dari Australia yang diturunkan di Tangerang. Hanya saja, ternak di Pulau Jawa sedang terjangkit penyakit Lumpy Skin Disease (LSD). “Sehingga ketika ingin memasukkan ke kita dan minta izin, kami tidak bisa setuju karena itu daerah LSD. Kita tolak dan buat analisis risiko ternyata tinggi,” ungkapnya.
Penolakan itu, karena dikhawatirkan LSD nantinya menyebar di NTB. Dengan kondisi tersebut pengelola memutuskan kerjasama yang sebelumnya sudah disepakati lima tahun. “Teman-teman kementerian bilang itu risikonya besar,” ujarnya.
Pada saat kerjasama, pengelola sudah membangun kandang sebanyak tiga blok. Karena kerjasama terhenti kandang yang dibangun sudah dibongkar. Hal ini dilakukan karena usaha yang dijalankan sudah tidak ada harapan untuk mendapatkan keuntungan. “Kandangannya sudah dibongkar,” katanya.
Setelah kerjasama di RPH Banyumulek terhenti, saat ini belum ada investasi lain yang mulai masuk. Pemprov NTB berharap setelah penyakit LSD yang saat ini terjadi di Pulau Jawa sudah berhenti, investasi di salah satu rumah potong tersebut bisa beroperasi normal kembali. “Masih menunggu moment. Kalau sudah LSD merabak, beliau lagi investasi kembali,” ucapnya. (azm)