26.5 C
Mataram
Sabtu, 20 April 2024
BerandaDaerahNTBMusim Kemarau, Pulau Kecil di NTB Terancam Krisis Air Bersih

Musim Kemarau, Pulau Kecil di NTB Terancam Krisis Air Bersih

Mataram (Inside Lombok) – Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB sudah mulai mengantisipasi dampak musim kemarau. Selain untuk kabupaten/kota di NTB, langkah-langkah strategis dibutuhkan untuk pulau-pulau kecil atau gili.

“Yang wajib kita juga, waspadai posisi-posisi yang rawan kekeringan itu adalah pulau kecil atau terisolir. Gili Air, Gili Trawangan, Gili Meno ini harus kita waspadai,” kata kepala BPBD NTB, Ir. Ahmadi.

Ia mengatakan, krisis air bersih yang akan terjadi di pulau kecil di NTB besar kemungkinan terjadi karena tidak adanya sumber air. Selama kemarau ini, biasanya pendistribusian air bersih ke pulau-pulau tersebut sangat dibutuhkan. “Kalau minum air payau kan tidak mungkin juga. Jadi ini juga harus di-support,” katanya.

Ahmadi menambahkan, pulau-pulau kecil banyak terbesar di Kabupaten Lombok Utara, Lombok Timur, Lombok Barat dan beberapa lokasi lainnya. “Ini harus dipikirkan khusus. Bila perlu dikapalkan air itu,” katanya.

- Advertisement -

Pendistribusian air bersih kepada warga yang tinggal di pulau kecil itu merupakan salah satu cara untuk membantu dalam memenuhi kebutuhan. Karena baru masuk musim kemarau, belum ada kabupaten dan kota di NTB yang mengajukan pendistribusian air bersih. “Belum ada. Karena kan ini baru masuk musim kemarau,” katanya.

Diprediksi, puncak musim kemarau akan terjadi selama tiga bulan yaitu dari Juni-Agustus mendatang. Untuk penanganan kemarau ini, BPBD NTB akan mengusulkan anggaran ke BNPB sebesar Rp70 miliar.

“Pulau kecil ini juga masuk penganggaran. Mereka kalau tidak ada, kemana mereka ambil air minum. Kalau kita di sini masih bisa cari air,” ungkapnya.

Biasanya, sambung Ahmadi, masyarakat harus mengeluarkan uang untuk bisa memenuhi kebutuhan air bersih. Berkaca dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya, satu tangki air dibeli seharga Rp350 ribu.

Pembelian air bersih oleh warga biasanya dilakukan secara swadaya. “Satu tangki itu Rp350 ribu airnya. Belum lagi dikapalkan nambah lagi ongkosnya,” katanya. (azm)

- Advertisement -

Berita Populer