25.5 C
Mataram
Minggu, 30 Juni 2024
BerandaDaerahNTBNTB Optimis Capai Target Net Zero Emisi di 2050

NTB Optimis Capai Target Net Zero Emisi di 2050

Mataram (Inside Lombok) – Provinsi NTB dinilai bisa mewujudkan zero net emisi pada tahun 2050 mendatang. Hal ini terlihat dari sumber daya yang dimiliki yang sudah mencukupi. Selama masa transisi ini, sumber daya manusia (SDM) mulai dipersiapkan dengan memastikan partisipasi bermakna konteks gender, disabilitas dan inklusi sosial.

Koordinator Program Yayasan Penabulu “We For Jet”, Nurjanah mengatakan dengan target yang sudah ditetapkan oleh pemerintah maka penyiapan sumber daya sudah harus mulai dilakukan. Tidak saja SDM, melainkan juga alokasi anggaran yang akan diperuntukkan selama masa transisi ini.

“Konsep pentahelix itu menjadi sangat penting untuk mewujudkan target itu. Keterlibatan pihak swasta dan pemerintah dan sektor lainnya sangat penting. Karena transisi energi fosil ke terbarukan ini sangat tidak mudah,” katanya.

Untuk mempersiapkan SDM menuju net zero emisi tahun 2050 yaitu dengan rutin mengikuti kegiatan yang bisa meningkatkan pengetahuan tentang energi baru terbarukan. Karena dengan begitu, masyarakat tahu apa yang harus dilakukan ketika net zero emisi sudah mulai berlaku. “Kalau sudah ada pengetahuan ini juga harus didorong ke level yang paling kecil terutama ke desa,” katanya.

- Advertisement -

Nurjanah menegaskan, transisi energi ini juga harus mulai disosialisasikan ke masyarakat di desa. Sehingga sumber daya yang dimiliki bisa memanfaatkan apa yang ada untuk kebutuhan sehari-hari. “Kegiatan yang diikuti oleh perwakilan masyarakat ini bisa nanti dibagi ke yang lain dimana dia berada. Dengan ruang ini, apalagi ada forum GEDSI Jet Working Group mereka bisa advokasi ke pemerintahan yang lebih bawah seperti di desa,” tegasnya.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang ada saat ini disarankan sudah mulai bisa mengalihkan usahanya ke isu energi. Karena selama masa transisi ini, usaha sumber energi memiliki peluang yang sangat bagus. “Bisnis energi ini menurut saya sudah harus dilihat dan dilirik oleh BUMDes-BUMDes,” katanya.

Sementara itu, salah seorang pedagang arang M. Ali mengatakan selama ini arang yang dijual hanya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Belum ada inovasi lain untuk memanfaatkan salah satu sumber energi tersebut. “Hanya jual di pasar-pasar tradisional arang-arang yang kita produksi belum ada inovasi lain,” ujarnya.

Dalam sehari jumlah arang yang dijual 15-25 kantong. Untuk harga sendiri berkisar Rp10 ribu perbungkus. Sebagai salah satu mata pencariannya, Ali berharap agar ada sosialisasi dari pemerintah tentang pengolahan batok kelapa.

“Makanya kita ikuti kegiatan ini biar tahu cara mengolah yang lain. Kan banyak invovasi tapi kita tidak tahu caranya. Harap ada sosialisasi dari pemerintah biar lebih banyak inovasi yang bisa kita hasilkan,” harapnya. (azm)

- Advertisement -

Berita Populer