Mataram (Inside Lombok) – Pemanfaatan kawasan hutan untuk pertanian jagung masih marak terjadi di NTB. Padahal tindakan ini dapat memicu terjadinya bencana banjir pada musim hujan ini.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) NTB, Ahmadi mengatakan penanaman jagung di lahan perbukitan meningkatkan potensi banjir, tanah longsor, hingga tersendimentasinya bendungan akibat penggundulan hutan.
“Longsor juga. Tersendimentasi di bendungan, embung, dan sungai kemudian meluap dari sungai dan tergenangi kawasan permukiman kita,” katanya, Jumat (15/12) pagi. Ahmadi menyebutkan, luas kawasan hutan di NTB yang sudah gundul yaitu hampir 40 persen.
Penggundulan kawasan hutan yang dilakukan selama ini untuk berbagai kepentingan salah satunya menanam jagung. “Ini di Pulau Lombok dan Sumbawa. Kondisi ini berkontribusi terhadap bencana banjir dan kekeringan juga,” katanya.
Ia menjelaskan, bencana yang berpotensi terjadi akibat penggundulan hutan tidak saja banjir pada musim hujan, melainkan juga kekeringan hingga krisis air bersih pada musim kemarau. Pasalnya, hutan yang sudah gundul menyebabkan debit air berkurang atau bahkan mata air hilang. “Tidak ada air yang terhisap. Tidak ada air yang terinfiltrasi oleh sistem tanah. Ada airnya tapi debitnya berkurang,” ungkapnya.
Kondisi ini sudah dikoordinasikan dengan kabupaten/kota agar sama-sama menjaga hutan. Namun di sisi lain, pemda juga harus mempertahankan produksi jagung. Koordinasi kata Ahmadi juga sebagai langkah mengantisipasi adanya pembukaan lahan hutan baru untuk menanam jagung.
“Yang penting itu adalah. Tidak kita membuka hutan-hutan kita ini untuk menanam jagung. Saya rasa petani sudah tahu apa dampak kita merambat hutan,” ungkapnya. (azm)