Mataram (Inside Lombok) – Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto sesuai dengan arahannya meminta agar pejabat negara menghemat anggaran perjalan dinas sampai 50 persen. Pemangkasan perdinas diatur lewat surat bernomor S-1023/MK.02/2024 yang diterbitkan 7 November 2024. Kendati demikian, kondisi tersebut berimbas kepada sejumlah hotel di NTB, pasalnya hotel 50 persen bergantung pada kegiatan MICE (Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition).
“50 persen (ketergantungan pada MICE). Kalau kita berbicara di Kuta memang ada mice juga hotel-hotel besar yang memang peruntukannya lebih connectnya ke tamu-tamu MotoGP, terutama tamu dari pemerintahan,” ujar Ketua Indonesia Indonesia Hotel General Manager Association (IHGMA) NTB, Lalu Kusnawan, Kamis (14/11).
Hal ini juga tentunya berpengaruh terhadap keberlangsungan usaha perhotelan. Maka dari itu harus ada alternatif lainnya untuk mengatasi kondisi ini agar dapat membantu perhotel tetap berjalan usahanya, terutama yang bergantung pada MICE ini.
“Sekarang bagaimana upaya pemerintah daerah, pemprov dan dibantu oleh pusat untuk menggerakan rute fast boat Senggigi bisa kembali normal, karena itu sangat membantu (mendatangkan wisatawan, Red),” tuturnya.
Seperti halnya kunjungan wisatawan ke Tiga Gili yang tidak bisa dipungkiri jumlahnya cukup tinggi. Bahkan, pada musim low season saja, ada sekitar 2000 wisatawan yang datang ke Tiga Gili, baik menggunakan kapal cepat dari Bali maupun Pelabuhan Bangsal.
Jika saja kapal cepat rute Senggigi kembali dihidupkan, maka tentunya memberikan dampak positif bagi perhotelan di sekitarnya dan wilayah lainnya. “Kalau seandainya, 500 (wisatawan) saja yang turun di Senggigi itu bisa membantu (usaha perhotelan, Red), dan tentunya dari Senggigi dia akan ke Lombok Selatan dan tempat lainnya di NTB,” ucapnya.
Menurutnya, sekarang bagaimana NTB tinggal menggerakan potensi yang sudah ada ini, sehingga berdampak positif bagi industri pariwisata di NTB. Diakui memang, putusan pemerintah pusat soal pemotongan perjalanan ini sangat berdampak kepada hotel. Terutama untuk city hotel, lain halnya dengan resort yang lebih banyak untuk liburan.
“Apapun yang menjadi keputusan pemerintah itu, kita harus hargai, hormati. Tetapi mungkin untuk sekarang kita tunggu setelah pelantikan gubernur/bupati, supaya bisa kita hearing, kira-kira apa solusi yang terbaik,” pungkasnya. (dpi)