Mataram (Inside Lombok) – Ketua Komisi IV DPRD NTB Hamdan Kasim yang juga inisiator Hak Interpelasi DAK 2024 menyorot realisasi fisik pekerjaan dari sumber DAK 2024 yang masih amburadul di lapangan. Pasalnya masih banyak pengerjaan yang belum rampung.
“Ini sudah bulan April, tetapi banyak sekali pekerjaan-pekerjaan fisik masih jauh dari selesai. Ini buruk sekali,” katanya Senin (14/4) pagi. Hamdan tidak ingin potret buruk pengelolaan DAK 2024 ini kembali berulang, sehingga pelaksanaan Interpelasi pengelolaan DAK ini sangat penting untuk dilakukan.
Pihaknya menekankan, jangan sampai kejadian seperti ini berulang, sehingga interpelasi ini sebagai bentuk evaluasi untuk perbaikan. “Banyak pihak dirugikan atas buruknya pengelolaan DAK 2024 ini,” tegasnya.
Bagi Hamdan, pengawasan dan evaluasi pengelolaan DAK melalui inisiasi hak interpelasi ini, merupakan bagian dari cara Fraksi Golkar membantu Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal. Sebab, melalui interpelasi ini, akan menjadi bahan evaluasi perbaikan, sehingga dalam pelaksanaan DAK 2025 yang menjadi tahun pertama pelaksanaan APBD bagi Gubernur, bisa jauh lebih baik lagi.
“Jangan sampai dia pihak yang justru menginginkan pengelolaan DAK ini status quo, agar bisa ikut terus bermain di air keruh,” bebernya. “Jika status quo ini terus berlangsung, maka akan sangat merugikan Gubernur ke depan,” tambahnya.
Sementara itu, Anggota DPRD NTB, M. Nashib Ikroman menyesalkan hingga saat ini hak interpelasi yang sudah diajukan belum diproses. Padahal usulan tersebut sudah memenuhi syarat. “Usulan yang sudah memenuhi syarat hukum belum diproses sesuai ketentuan oleh pimpinan. Apakah ditolak atau diterima itu disampaikan di dalam sidang paripurna,” katanya.
Hak interpelasi yang sudah diajukan terkait pengerjaan proyek DAK tersebut masih ngambang dan belum ada respon apakah ditolak atau diterima. “Kami khawatir dengan tidak proses itu dewan tidak memiliki komitmen untuk pelaksanaan good government,” tegasnya.
Ia menegaskan, hak interpelasi yang sudah diajukan tersebut mau diterima atau ditolak merupakan hak masing-masing fraksi. Namun keputusan tersebut harus diambil melalui sidang paripurna. “Tidak boleh ada pengambilan keputusan di dewan ini selain di sidang paripurna dan harus diagendakan,” katanya.
Aciv sapaannya, juga tidak mengetahui secara pasti alasan pimpinan dewan belum merespon hak interpelasi yang sudah diajukan. Sikap ini dinilai akan menimbulkan banyak persepsi ditengah masyarakat. “Akhirnya mau tidak mau membuka banyak orang kan ada persepsi tidak hanya kepada pimpinan tapi juga kepada semua lembaga dan itu tidak baik. Makanya kami tuntut,” ucap politisi Partai Perindo ini. (azm)