Mataram (Inside Lombok) – Sultan Muhammad Kaharuddin IV mengangkat Raihan Omar Hasani Daeng Mas Madinah yang saat ini berusia 25 tahun sebagai pewaris tahta Kesultanan Sumbawa di Istana Dalam Loka, Rabu (29/5). Upacara sakral ini merupakan momen bersejarah bagi Kesultanan Sumbawa karena peristiwa ini baru dilaksanakan kembali setelah 126 tahun yang lalu.
Sekretaris Majelis Adat Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) Yuli Andari Merdikaningtyas mengatakan upacara adat ini juga mencerminkan kekayaan budaya Sumbawa yang masih terjaga. Prosesi adat pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa berlangsung di ruang Lunyuk Agung, Istana Dalam Loka.
“Dilaksanakan terakhir itu pada tahun 1898 saat pengangkatan Datu Rajamuda Muhammad Kamaluddin Daeng Samarilangi. Putra pertama Dewa Masmawa Sultan Muhammad Djalaluddin III dengan Dewa Maraja Bini Siti Mariyam Daeng Risompa Datu Ritimu,” katanya.
Kini, di era modern dan penuh tantangan global ini, Kesultanan Sumbawa melakukan upacara pengangkatan Datu Rajamuda dengan tujuan yang berbeda. Jika semula calon penerus Sultan maupun Sultan yang dinobatkan tidak untuk memegang pemerintahan, namun saat ini fungsinya untuk menjaga dan melestarikan adat, budaya, dan menjaga marwah Tau Ke Tana Samawa.
“Tahun 1950 tepatnya tanggal 13 April, Kesultanan Sumbawa yang saat itu telah menjadi pemerintah Swapraja Sumbawa bersama dua Swapraja lainnya di Pulau Sumbawa yaitu Swapraja Bima dan Swapraja Dompu, memutuskan untuk bergabung dengan Republik Indonesia, sehingga fungsi pemerintahan dipegang oleh Bupati di daerah hingga saat ini. Sehingga Sultan selalu berpesan bahwa Kesultanan Sumbawa maupun Lembaga Adat Tana Samawa (LATS) harus bersinergi dan bekerja sama dengan pemerintah baik daerah maupun pusat dalam hal pelestarian dan pemajuan kebudayaan,” tuturnya.
Dijelaskan, ada sejumlah rangkaian prosesi adat pengangkatan Datu Rajamuda Kesultanan Sumbawa. Seperti Sanapat Pelasan Kamutar atau penyampaian Surat Keputusan (SK) yang berisi penunjukkan dan pengangkatan Datu Rajamuda dan dasar pengambilan keputusan. Satenri Manik merupakan momen dimana Sultan Muhammad Kaharuddin IV bertitah kepada Datu Rajamuda untuk mengemban amanah sebagai penerus Kesultanan Sumbawa.
“Pasangkeling Sangka Manik merupakan jawaban tentang kesiapan Datu Rajamuda untuk mengemban amanah yang diberikan oleh Dewa Masmawa. Sakena Parewa/Lambang Datu Rajamuda merupakan pemakaian atribut regalia Datu Rajamuda yang terdiri dari Keris Kanadi dan Cilo Datu Rajamuda,” katanya.
Selain itu, Jeruk Ai Oram berupa proses penyucian diri lahir batin setelah menerima amanat, tugas, dan tanggung jawab yang diembankan kepada Datu Rajamuda. Prosesi Jeruk Ai Oram dilakukan para sesepuh perempuan Kesultanan Sumbawa yang secara simbolis membasuh empat bagian penting anggota tubuh Datu Rajamuda.
“Kepala (melambangkan pemikiran), wajah (melambangkan aura yang positif atas dasar ilmu, iman, dan amal), pundak (melambangkan tanggung jawab), tangan (melambangkan bekerja keras), dan kaki (melambahkan langkah ke arah yang baik),” ujarnya. (azm)