Lombok Barat (Inside Lombok) – Penanganan longsor yang terjadi di perumahan Giri Prasta di Dusun Lilir, Desa Mambalan, Gunungsari akhirnya menemui titik terang. Sebelumnya, akibat longsor itu rumah dan tempat ibadah berupa sanggah milik salah satu warga ikut rusak, hingga menyebabkan kerugian Rp580 juta.
Setelah proses mediasi berjalan cukup alot antara pihak pengembang yakni PT Makrif Bina Sejahtera (MBS) dengan korban, yang juga difasilitasi oleh Komisi III DPRD Lobar, akhirnya dibuat surat kesepakatan yang ditandatangani di Kantor DPRD Lobar.
Ketua Komisi III DPRD Lobar, Fauzi menjelaskan poin utama dalam kesepakatan tersebut. Di mana pihak PT. MBS siap membangunkan rumah korban yang turut longsor seperti semula. Serta akan melakukan perbaikan terhadap talud yang menjadi penyebab longsor. “Pembangunan rumahnya pun akan dilakukan seperti sebelumnya, bahkan mungkin bisa lebih bagus,” terangnya, Senin (30/12/2024).
Tak hanya itu, dalam pembangunannya nanti, kata dia, korban juga diperbolehkan melakukan pengawasan apakah pembangunan rumah itu sesuai atau tidak. Kemudian, terkait adanya acara adat pasca pembangunan, Komisi III DPRD Lobar menyarankan agar dilakukannya komunikasi intensif antara korban dan pengembang, serta tokoh agama dan juga tokoh adat setempat.
Terkait dengan batas waktu untuk perbaikan rumah warga yang rusak tersebut, Fauzi menyebut, jika melihat dari tingkat kerusakannya, pembangunan itu diperkirakan akan rampung dalam waktu kurang lebih dua bulan ke depan. Termasuk juga perbaikan talud yang ada di sekitarnya. “Kami juga merekomendasikan perbaikan talud di beberapa titik sebagai antisipasi terjadinya hal-hal yang tak diinginkan,” bebernya.
Sementara itu, Direktur PT. MBS, Muhammad Ilyas menyatakan bahwa pihaknya tetap mengikuti hasil kesepakatan yang telah ditandatangani. “Kita ikuti prosedur, mana yang terbaik. Kita komitmen dengan apa yang dipaparkan oleh Ketua Komisi III DPRD Lobar. Kita akan jalankan dengan cara yang terbaik dan tentu sesuai dengan kajian teknis,” jelasnya.
Selain itu, dia juga menegaskan bahwa pihaknya sudah melakukan pengawasan secara intensif. “Ini force majeure, kita akan kerjakan juga (titik lain, Red),” imbuhnya.
Dari lokasi yang sama, Dewa Nyoman Warsika selaku korban mengaku sudah menerima kesepakatan setelah difasilitasi oleh Komisi III DPRD Lobar. “Kami menerimanya, karena sudah sesuai mau saya,” ujarnya.
Mengenai adanya upacara adat pasca pembangunan tersebut, pria yang juga berprofesi sebagai polisi ini menjelaskan, bahwa Komisi III meminta dirinya melakukan komunikasi secara lebih intens dengan pengembang. Supaya tidak ada persoalan di kemudian hari. “Kami tadi diminta komunikasi dengan pihak pengembang. Intinya berapa biaya yang saya mau ajukan, pihak pengembang juga harus sepakat. Karena upacara adat tidak ada tawar menawar,” tandas Nyoman. (yud)