Mataram (Inside Lombok) – Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB untuk periode 2024-2029 kembali dinahkodai oleh Ni Ketut Wolini. Salah satu tantangan utama yang dihadapi NTB saat ini adalah penurunan jumlah kunjungan wisatawan baik domestik maupun mancanegara sejak pandemi covid-19. Tantangan ini menjadi PR yang harus diselesaikan
Ketua Umum PHRI, Hariyadi BS Sukamdani menekankan pentingnya kolaborasi antara seluruh stakeholder pariwisata untuk membangkitkan kembali sektor yang sempat terpuruk akibat pandemi Covid-19. Oleh karena itu, diharapkan jajaran yang baru ini dapat merancang program-program inovatif dan event-event besar untuk menarik kembali wisatawan dan bahkan melampaui angka kunjungan sebelum pandemi.
“Memang PR bu wolini dan teman-teman di pariwisata adalah bagaimana mereka bisa berkolaborasi untuk membuat program, event dan terobosan untuk pariwisata di NTB ini tidak hanya kembali, tapi bisa lebih dari sebelum covid,” ujarnya.
Apalagi NTB telah memiliki infrastruktur yang cukup memadai, seperti bandara, pelabuhan, dan kawasan ekonomi khusus (KEK) Mandalika. Namun, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana membuat wisatawan betah berlama-lama di NTB. Dengan demikian, pariwisata NTB tidak hanya bergantung pada beberapa daerah saja, tetapi dapat dikembangkan secara lebih merata. “Kalau programnya bagus, mereka akan stay lebih lama. NTB punya banyak potensi yang belum tergarap,” tuturnya.
Sementara itu, Ketua PHRI NTB Ni Ketut Wolini menegaskan komitmennya untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan dan terutama memperpanjang lama tinggal wisatawan di NTB. Dimana pihaknya menyoroti beberapa tantangan dan solusi yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Salah satu fokus utamanya adalah menyinkronkan program-program PHRI dengan kalender event yang dibuat oleh Dinas Pariwisata NTB.
“PHRI harus sinergi dengan pemerintah, stakeholder dan organisasi pariwisata. Kalau jalan sendiri tidak maksimal, karena itu adalah PR yang berat untuk mendatangkan wisatawan dan harus ada daya tarik agar wisatawan menginap di NTB lebih lama,” ujarnya.
Ia mencontohkan Bali yang berhasil menarik wisatawan untuk tinggal lebih lama karena banyaknya event dan atraksi yang ditawarkan. Untuk mencapai hal yang sama di NTB, Wolini mendorong agar semua pihak terkait duduk bersama untuk merumuskan strategi yang tepat.
Ditambah sekarang ini ada pengurangan kegiatan MICE (Meetings, Incentives, Conferences, and Exhibitions). Hal tersebut juga berdampak terhadap okupansi hotel. Karena Mice identik dengan wisatawan domestik, padahal diharapkan Mice dapat mendatangkan wisatawan lebih banyak.
“Karena mice ini kebanyakan wisatawan domestik, penggantinya kita harus menurunkan harga kamar hotel, kedua banyak promosi, ketiga destinasi kita harus berbenah terus dan tidak harus begitu-begitu saja. Menurunkan harga ini jadi solusi, kalau harga terlalu tinggi tapi okupansi rendah, lebih baik menurunkan harga agar hotel tetap terisi,” jelasnya. (dpi)