Mataram (Inside Lombok) – Perum Bulog NTB menekan untuk memaksimalkan pengadaan beras di dalam daerah. Jika sudah terpenuhi di dalam daerah maka tidak ada kekhawatiran akan ketersedian beras, sehingga harga beras dipasaran stabil dan tidak ada lonjakan cukup tinggi.
Sebagai informasi, harga beras di pasaran sekarang mencapai Rp16 ribu per kilogram (kg) dari sebelumnya Rp10 ribu per kg. Harga yang sudah di atas Harga Eceran Tertentu (HET) itu pun diperkirakan terus meningkat menjelang Ramadan dan Idulfitri. Mengingat kebutuhan akan beras juga meningkat mengikuti momen itu.
Ironisnya, NTB sebagai salah satu daerah lumbung pangan di Indonesia saat ini justru belum bisa juga menekan lonjakan harga beras. Lantaran beberapa waktu lalu, banyak gabah dikirim ke luar daerah. Masalah itu ditambah dengan musim kemarau panjang yang membuat musim panen mundur dari biasanya.
“Kita (Bulog, Red) menjadi harapan pemerintah. Jadi kemungkinan kami harus evaluasi. Evaluasinya seperti apa? Mungkin kita agak ekstrem sedikit lah. Maksudnya itu, bahwa kita penuhi dulu (kebutuhan beras) di NTB, jangan sampai barang ini keluar ke daerah lain,” ujar Pimpinan Wilayah (Pimwil) Perum Bulog NTB, Raden Guna Dharma N, Rabu (21/2).
Lebih lanjut, rencana pengadaan beras di dalam daerah tetap dimaksimalkan. Jika sudah terpenuhi dan mencukupi stoknya, baru kemudian beras itu bisa dikirim ke luar daerah. Terutama pada kondisi kemarau panjang yang berdampak pada produksi beras berkurang. “Polanya apa dan caranya bagaimana, kami mengikuti nanti arahan dari pemerintah daerah atau aparat keamanan juga,” katanya.
Selain menjaga ketersedian beras di dalam daerah, Bulog juga diminta memenuhi program bantuan pangan, di mana masing-masing keluarga penerima manfaat (KPM) menerima bantuan pangan 10 kg beras hingga 6 bulan. Tujuannya untuk antisipasi, mitigasi, pelaksanaan penanggulangan kekurangan pangan dan mencegah terjadi krisis pangan dan gizi. Serta pengendalian inflasi.
“Karena memang kita punya tanggung jawab untuk memenuhi program bantuan pangan. Dalam sejarah, NTB itu terpaksa harus menerima impor,” ungkapnya.
Meski demikian, untuk kebutuhan pangan, ada beberapa langkah-langkah dilakukan Bulog NTB. Antara lain menjaga inflasi, stabilisasi harga salah satunya dengan program bapang yang juga termasuk bisa mempengaruhi atau menekan harga beras, dan operasi pasar yang dimaksimalkan dengan dipenuhi beras bulog seperti beras SPHP di pasar-pasar.
“Mudah-mudahan dengan pola itu bisa menekan harga, yang penting gimana NTB bisa memenuhi kebutuhan kita dulu lah. Panen kan belum ada, akhir Maret atau awal april sudah mulai panen, kita protec (lindungi) itulah,” jelasnya.
Sementara itu, untuk di 2024 ini Bulog telah menargetkan penyerapan 70 ribu ton setara beras. Namun diharapkan bisa lebih besar lagi, sedangkan untuk setara gabah diperkirakan bisa mencapai 100 ribu ton.
Sebelumnya, Anggota Komisi II bidang perekonomian DPRD NTB Made Slamet mengatakan, NTB menjadi daerah lumbung pangan saja kondisinya seperti ini, apalagi daerah lain. Tentunya dalam hal ini pemerintah dan stakeholder terkait harus mengambil langkah agar tidak terjadi hal serupa. Pasalnya, tingginya harga beras beberapa kali terjadi di daerah lumbung pangan ini, yang mana seharusnya dapat teratasi.
“Karena kita lumbung pangan, beras ini kan barang bebas, tapi kita mengambil kebijakan dinas terkait. Termasuk satgas pangan semua ini harus bergerak mengambil kebijakan, jangan sampai keluar berasnya kita semuanya, nanti ini seperti tikus mati dalam lumbung sendiri,” ujarnya. (dpi)