Mataram (Inside Lombok) – Harga perumahan subsidi di 2024 ini ditetapkan naik, di mana untuk wilayah NTB kisarannya menjadi Rp182 juta. Meskipun harga rumah subsidi naik, yang menjadi persoalan saat ini adalah banyak pengembang dan konsumen perumahan tidak bisa akad karena adanya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).
Ketua Real Estate Indonesia (REI) NTB, Heri Susanto menerangkan banyak pembeli tidak bisa melakukan akad rumah gara-gara BPHTB sedang bermasalah. Terlebih ada aturan baru untuk Pajak Bumi Bangunan (PBB) yang naik sekitar 62 persen, dari 0,3 persen menjadi 0,5 persen. Kondisi tersebut dinilai akan memberatkan masyarakat.
“Ini yang menjadi fokus perbincangan kami saat ini, ditambah dengan adanya aturan baru itu membuat proses akad (perumahan, Red) terhambat,” ujar Heri, Rabu (31/1). Terkait persoalan BPHTB dan PBB ini, REI menerima beberapa laporan karena kesulitan melakukan akad perumahan.
Salah satu laporan yang diterima dari developer di Lombok Barat, yang isi laporannya meminta bantuan terkait dengan pembayaran BPHTB yang terkendala oleh sistem. Di mana untuk pembayaran BPHTB harus melalui persetujuan empat orang petugas atau pejabat pemerintahan.
Kemudian, apabila salah satu dari petugas tidak memberikan persetujuan, maka BPHTB tidak bisa diproses dan tidak bisa dibayarkan. Bahkan mulai dari proses input data sampai dengan persetujuan empat pejabat tersebut jangka waktunya tidak jelas.
Kendala ini berimplikasi kepada proses akad yang mana developer diminta membuat buyback garansi, karena akad yang dilakukan dengan PPJB (perjanjian pengikatan jual beli) dan bukan AJB (akad jual beli).
“Ada laporan juga soal itu. Ini kan mengganggu proses akad kaya gini, saya berharap ini bisa segera diatasi. Kalau BPHTB belum di acc, otomatis tidak bisa akad. Jadi salah satu syarat notaris meng AJB kan perumahan adalah bukti setoran BPHTB,” terangnya.
Untuk kebijakan BPHTB merupakan kebijakan daerah, dimana ini BPHTB merujuk pada pungutan yang dikenakan terhadap perolehan hak atas tanah, bagunan maupun rumah. Ditambah lagi dengan aturan PBB yang sudah dirubah dipusat, hal tersebut juga ikut menghambat proses akad perumahan. REI juga meminta peninjauan kembali kenaikan tarif PBB.
“Dari REI kami berharap peninjauan kembali terkait dengan pajak itu. Kalau dibandingkan dengan kenaikkan pajak hiburan dan segala macam memang masih rendah (PBB). Tapi ini kan setiap orang memiliki rumah, tanah, segala macam dan pasti kena PBB itu,” demikian. (dpi)