25.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaEkonomiDPRD NTB Minta Aturan Kenaikan Pajak Hiburan Ditinjau Kembali

DPRD NTB Minta Aturan Kenaikan Pajak Hiburan Ditinjau Kembali

Mataram (Inside Lombok) – Kenaikan pajak hiburan yang ditetapkan pemerintah pusat sebesar 40-75 persen dinilai akan membuat usaha dan perputaran ekonomi dari sektor itu tersendat. Tidak menutup kemungkinan juga para pelaku usaha akan gulung tikar dan karyawan mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Mempertimbangkan dampak itu, DPRD NTB pun menyuarakan agar pemerintah pusat dan DPR RI meninjau kembali kebijakan tersebut.

Wakil Ketua DPRD NTB, Yek Agil menyebut terkait adanya kebijakan kenaikan tarif pajak hiburan di tengah kondisi dunia usaha yang baru saja kembali pulih pasca pandemi Covid-19 kemarin, akan berdampak pada terpuruknya kembali usaha hiburan. Meskipun aturan itu memungkinkan adanya peningkatan pendapatan asli daerah (PAD), tapi dampak pada berjalannya bisnis itu juga dinilai penting menjadi pertimbangan.

“Mungkin tahan-tahan dulu lah, kita lebih berkepentingan menjaga keberlanjut usaha dari masyarakat kita sampai dengan kondisi mereka stabil. Kita berharap dapat dirunding oleh teman-teman di DPR RI agar bisa ditinjau kembali oleh pemerintah pusat kebijakan-kebijakan ini,” ujar Agil saat dihubungi, Kamis (25/1).

Menurutnya, pemerintah jangan terlalu berpikir bagaimana meningkatkan pendapatan negara dengan kebijakan-kebijakan tersebut. Namun yang utama bagaimana agar ekonomi masyarakat yang mulai menggeliat pasca pandemi Covid-19 ini bisa dipertahankan dan ditingkatkan. Apalagi melihat kondisi di NTB sekarang masih pada tahap pemulihan, baik dari sisi usaha maupun ekonomi.

“Bagaimana agar mereka menjalankan usahanya betul-betul bagus dan juga mendapatkan keuntungan yang bisa dikatakan cukup. Kalau keuntungan mereka cukup dampaknya bisa semakin luas penyediaan lapangan kerja dan kontribusi lainnya,” ungkapnya.

Dengan para pengusaha hiburan dan pariwisata ini menyediakan lapangan kerja, hal tersebut termasuk sumbangsih yang mereka bisa berikan kepada negara dan daerah. Karena dengan begitu akan mampu menekan jumlah pengangguran. “Jadi marilah kita jangan berhitung tentang kalkulasi pendapatan atau kontribusi pengusaha itu hanya dari pajak pajak atau retribusi yang dikeluarkan. Tapi di situasi ekonomi yang sulit ini bagaimana kita memastikan pengusaha ini bisa bertahan,” demikian.

Sebagai informasi Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 Tentang Hubungan Antar Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dalam pasal 58 ayat 2 dicantumkan, Khusus tarif PBJT atau jasa hiburan pada diskotik, karaoke, klab malam, bar, mandi uap/spa ditetapkan paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer