Mataram (Inside Lombok) – Serangan balasan dari Iran terhadap Israel membuat dunia terkejut, bahkan meningkatkan eskalasi konflik di Timur Tengah. Meski kondisi ini dikhawatirkan berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara global hingga nasional di Indonesia, sampai saat ini risiko-risiko tersebut belum terlihat, termasuk untuk sektor ekonomi.
Kendati, salah satu dampak yang terlihat adalah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Selain itu, beberapa harga komoditas impor mengalami kenaikan, serta adanya kenaikan bahan bakar mengikuti tren di Timur Tengah.
“Sebenarnya kalau melihat dari sisi ekonomi, ekonomi kita itu bagus. Ini hanya temporary (sementara). Ada ketidakpastian, tapi itu kemungkinan besar kembali normal,” ujar Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) NTB, Berry Arifsyah Harahap, Jumat (19/4).
Diakui, terkait nilai tukar terlihat jelas dampaknya atas ketegangan dua negara tersebut. Sekarang ini posisi dollar AS berada di angka Rp16.274 dari sebelumnya di Rp15 ribu. Berry menilai, nilai tukar itu cepat naik dan cepat turun juga.
Melihat dari riset yang dilakukan, kenaikan nilai tukar memang seringkali terjadi seketika, sementara penurunannya perlahan-lahan. “Belum (ada perubahan penurunan, Red). Ini kan sudah mulai masuk semester dua, arahnya akan turun di perkirakan di semester dua, itu arahnya akan turun ada ruang penurunan (nilai tukar, Red),” terangnya.
Terpenting, saat ini bagaimana daerah bisa memulihkan ekonomi dengan adanya ruang penurunan tersebut. Jika ada ruang untuk menurunkan, maka banyak faktor yang bisa terpengaruh. Seperti nilai tukar menurun, pertumbuhan ekonomi naik. Kemudian kemungkinan di semester dua suku bunga akan turun.
“Mungkin pelan-pelan 25 atau 50 di satu tahun, 50 basis ya atau setengah persen. Artinya kita mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi banyak kebijakan makronesial yang kita menginginkan kredit terus didorong karena bagaimanapun itulah sumber dari pertumbuhan kita. Seperti investasi sebenarnya itu masih cukup bagus dibanding negara lain,” jelasnya.
Saat ini banyak pengusaha wait and see, tetapi hanya di saat pemilu saja sedangkan pada kondisi sekarang tidak. Apalagi masa pemilu bulan depan sudah usai dan tentunya akan terlihat investasi-investasi yang akan masuk. (dpi)