Mataram (Inside Lombok) – Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus memastikan seluruh Stasiun Pengisian Bulk Elpiji di wilayahnya mematuhi Standard Operational Procedure (SOP) dan seluruh peralatan pengisian telah dicek dengan hasil timbangan tera digital akurat 100 persen. Kendati jika ada ditemukan yang tidak sesuai standar ada langkah tindak tegas diambil, bahkan sampai ada pencabutan izin oleh Kementerian Perdagangan (Kemendag).
Area Manager Comm, Rel & CSR Pertamina Patra Niaga Jatimbalinus Ahad Rahedi, mengatakan SPBE adalah supply point elpiji yang bertugas mengisi elpiji dari jumlah bulk yang dibawa oleh Skid Tank ke dalam kemasan sesuai kapasitas elpiji nya. Di NTB terdapat 2 Supply Point Utama yakni di Terminal elpiji Sekotong Bersama dan Integrated Terminal Bima yang mengcover seluruh kota/kabupaten.
Dari situ disalurkan ke SPBE, setelah berbentuk tabung sesuai kemasannya diedarkan lagi ke agen elpiji untuk menjangkau saluran resmi yang melayani konsumen yakni Pangkalan/Outlet elpiji. “Di NTB terdapat 12 SPBE PSO seluruhnya dalam posisi optimal dan akurasi seluruh alat pengisiannya 100 persen,” ujar Ahad Rahedi, Selasa (4/6).
Elpiji adalah barang cair atau liquid sifatnya jadi rentan terhadap tekanan. Namun pangkalan berhak menolak apabila isi tidak sesuai beratnya, begitu juga dengan konsumen dapat melakukan hal yang sama. “Pembelian di pangkalan bisa langsung di timbang dan ditukar di tempat oleh konsumen individu, apabila berat tidak sesuai,” tuturnya.
Kendati demikian seluruh lembaga penyalur elpiji terutama SPBE, senantiasa dilakukan kalibrasi alat pengisian secara berkala sesuai SOP yang dikontrol dan diaudit oleh Metrologi setempat dan TUV selaku auditor external. “Kami pastikan apabila pembelian di jalur resmi semuanya sesuai beratnya. Apabila ada yang tidak sesuai kemungkinannya kecil dan bisa ditukar di tempat,” jelasnya.
Sebagai informasi, Kepolisian Resor Bima Kota belum lama ini membongkar kasus pengoplosan gas elpiji 3 kg dengan menetapkan satu orang tersangka berinisial AR asal Jatibaru Barat. Dari tabung gas yang dioplos, AR mendapatkan keuntungan Rp20 ribu per tabung. Dari tabung 3 kg ke 5 kg.
Atas perbuatannya tersebut, AR melanggar pasal 55 undang-undang RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas sebagaimana telah diubah dalam Pasal 40 angka 9 UU RI No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI No.2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. (dpi)