33.5 C
Mataram
Senin, 25 November 2024
BerandaEkonomiPunya Pasar Menjanjikan, Tapi Generasi Pembatik di NTB Malah Minim

Punya Pasar Menjanjikan, Tapi Generasi Pembatik di NTB Malah Minim

Mataram (Inside Lombok) – Batik menjadi salah satu fesyen NTB yang sudah cukup lama dikenal, selain tenun. Bahkan NTB mempunyai batik Sasambo (Sasak Samawa Mbojo) dengan berbagai motif yang khas dengan pangsa pasar yang menjanjikan dan harga jual terbilang tinggi. Sayangnya, generasi untuk pembatik di NTB masih minim.

Salah satu upaya regenerasi pembatik itu dilakukan di SMKN 5 Mataram. Kendati, tidak semua lulusan jurusan tekstil di sekolah tersebut menggeluti seni membatik. “Cuma memang ini karena barang yang baru tidak terlalu lama, sehingga manfaat dan branding mereka terhadap teman-teman yang sudah sukses itu belum kelihatan. Jadi masih dianggap bahwa membatik ini seolah-olah pekerjaan yang kasar, belepotan tinta atau lilin,” ungkap Kepala SMKN 5 Mataram, Istiqlal, Senin (2/10).

Padahal, lanjut Istiqlal, dari segi bisnis saja potensi batik cukup bagus. Semisal batik tulis premium harga per lembarnya berkisaran Rp1-5 juta, belum lagi batik dengan menggunakan pewarna alam, harga jualnya berkisaran Rp2-2,5 juta per lembar. Sedangkan batik biasa untuk per lembar kainnya dihargai Rp800-850 ribu

“Sekarang bagaimana membuat kemasan, histori dari batik itu, jadi membatik itu untuk promosinya tidak hanya cukup ini batik sasambo. Tapi harus ada cerita dibalik motif itu, sehingga pembeli itu bisa tertarik, kalau tidak ada storynya sama saja seperti batik dari daerah lain,” katanya.

Batik yang dihasilkan NTB berbeda dari batik di Jawa. Di mana batik NTB lepas dari pakemnya batik Jawa, dengan mengambil beberapa motif flora dan fauna serta mencampurkan dengan budaya yang ada di Lombok. Kemudian ada beberapa kekhasan sesuatu yang unik dari motif dihasilkan dari batik NTB.

“Yaitu tidak boleh digambar hidup. Makanya motifnya kangkung, sate, dan lain lain, tidak ada gambar ayam, sapi atau hewan hidup lainnya. Karena itu adalah satu kearifan budaya lokal sasak yang masih kami pertahankan,” tuturnya.

Di sisi lain, pihaknya optimis pembatik di NTB semakin bagus. Terutama dengan trendsetter sekarang ini back to nature (kembali ke alam), dengan menggunakan bahan-bahan alami, seperti pewarna alami dari dedaunan. Meskipun tidak dipungkiri masih belum sepenuhnya bisa melepas dari bahan kimia.

“Contoh kami punya batik eco itu batik yang pewarnanya dari alam. Kami coba usahakan yang unik, spesial dan dia berbeda dari batik kebanyakan. Harganya bisa diatas 2- 2,5 juta, karena sulit polanya, tapi unik dan limited,” bebernya.

Diakui memang belum banyak yang memproduksi batik, bahkan kurang dari hitungan jari yang memproduksi. Mereka yang berproduksi pun merupakan alumni maupun yang sudah mendapatkan pelatihan dari SMKN 5 Mataram.

“Itu pecahan dari kami, benar-benar kami generasi membatik pertama. Kita membanyak pelatihan, makanya kami itu bukan merasa bersaing. Kami tidak masalah bersaing dengan timbulnya batik batik bambu, sasampat, gembok. Malahan kami bangga, karena itu lahir dari SMKN 5 mataram. Misi Pendidikan kami tercapai,” tandasnya. (dpi)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer