Mataram (Inside Lombok) – Potensi hutan mangrove NTB menghasilkan oksigen (O2) yang bisa dijual dalam pasar perdagangan karbon (carbon trading) dinilai cukup besar. Terlebih saat ini kredit karbon telah menjadi perhatian dunia. Potensi ini pun dinilai bisa menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) jika dikelola dengan baik.
Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), Yussuf Solichien M mengatakan pengelolaan potensi kelautan di NTB perlu diupayakan optimal, sehingga bisa membantu mensejahterakan dan meningkatkan taraf hidup masyarakat. Potensi itu mulai dari rumput laut, garam, ikan, sampai dengan hutan mangrove.
“Hutan mangrove ada 600 ribu hektare yang bisa dimanfaatkan hasilkan O2. Itu bisa kita jual (di pasar perdagangan karbon) yang bisa mendatangkan PAD untuk daerah,” ungkap Yussuf beberapa waktu lalu.
Untuk diketahui, BUMN ICDX (Indonesia Commodity and Derivative Exchange, Bursa Komoditi dan Derivatif Indonesia) telah berkomitmen mengembangkan pasar perdagangan karbon (carbon trading), terutama sistem kredit karbon yang dihasilkan mangrove. Dalam keterangan resmi ICDX menyatakan pengembangan perdagangan karbon akan terintegrasi dalam perdagangan komoditas.
Kredit karbon didefinisikan sebagai komoditi tidak berwujud (intangible) yang dapat diperdagangkan. Harga kredit karbon juga bukan main. Contohnya, Kanada baru saja membanderol harga karbon sebesar US$125 per-ton.
Di sisi lain, Kepala Diskanlut NTB Muslim menerangkan hutan mangrove yang bisa menghasilkan O2 dapat didorong sebagai salah satu alternatif komoditas produktif. Bahkan sekarang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang menyusun proses untuk penjualan karbon ini.
“Alhamdulillah, kita NTB sesungguhnya punya potensi mangrove yang cukup luas, tapi yang banyak untuk menghasilkan karbon sementara ini mangrove dan padang lamun,” ujarnya. (dpi)