Mataram (Inside Lombok) – UMKM yang terlibat di MXGP Lombok khususnya olahan makanan mengeluhkan sepinya pembeli. Dalam sehari, omzet yang didapatkan tidak mencapai Rp200 ribu, padahal modal yang dikeluarkan untuk membeli barang dagangan mencapai Rp1 juta.
“Pengunjungnya memang banyak, tapi yang belaja agak sepi ya,” kata salah satu pelaku usaha kuliner, Usna. Ia mengungkapkan, di hari pertama event pada Jumat (30/6) omzet yang diperoleh hanya Rp150 ribu.
Kemudian pada hari kedua Sabtu (1/7) kurang dari Rp100 ribu. Padahal lapak UMKM sudah dibuka mulai pukul 06.00 wita. “Kita sudah buka itu dari subuh, tapi ya gini, sepi. Nggak sesuai dengan ekspektasi kita yang eventnya skala internasional,” keluhnya.
Ia mengaku, penonton yang datang cukup ramai. Namun tidak banyak yang berbelanja. Menurutnya, kondisi ini terjadi karena penonton masih bebas membawa makanan dan minuman dari luar sirkuit. “Banyak yang bawa makan dari luar ini. Jadi tidak steril lokasinya,” ujarnya.
Tidak itu saja, pedagang asongan bisa masuk area tribun dan sejumlah pedagang masih bisa berjualan di luar pagar sirkuit dan tetap bisa diakses oleh pembeli. “Ini banyak pedagang lain yang masuk,” ujarnya.
Meski lapak yang digunakannya selama event MXGP didapat gratis, modal untuk membeli bahan pokok tetap perlu dikeluarkannya. Soal harga yang diberikan pun disebut Usna masih standar dan tidak terlalu tinggi.
Selain itu, sepinya pembeli menurutnya juga terjadi lantaran penonton yang datang sudah dalam keadaan kenyang. “Ini kan di dalam kota ya. Jadi mungkin mereka sudah makan di luar baru ke sini,” katanya.
Jika dibandingkan dengan event STQH tingkat provinsi yang digelar Juni lalu di Lapangan Sangkareang, pendapatannya diakui Usna jauh lebih besar. Di mana dalam sehari omzet yang diperoleh mencapai Rp1,5-2 juta. “Kalau dibandingkan dengan yang kemarin STQH itu jauh lebih banyak itu pembelinya. Itu tingkat provinsi,” katanya.
Sementara untuk pendapatan sehari-hari di luar event, Usna mengaku lebih dari Rp500 ribu. Setiap hari biasanya membuka lapak di sekolah. “Kalau Rp500 ribu sudah pasti dapat. Soalnya kita buka kantin sekolah,” ujarnya.
Pedagang yang lain, Diah mengatakan omzet yang diperoleh juga tidak terlalu besar. Pada hari pertama berjualan, omzet yang diperoleh sebesar Rp500 ribu. Namun pada hari kedua menurun, karena sepinya pembeli. “Hari kedua ini kurang Rp500 ribu kita dapat. Tapi tidak apa-apa lah,” katanya pasrah. (azm)