Mataram (Inside Lombok) – Kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh Presiden Amerika Serikat, Donald Trump hingga ini terus menuai sorotan, tak terkecuali di kalangan pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di NTB. Pasalnya kebijakan tersebut membuat UMKM khawatir, lantaran dapat memberikan pukulan telak bagi perekonomian UMKM di daerah.
Founder Lombok Womenpreneur Club (LWC), Indah Purwanti menjelaskan bahwa dampak kebijakan tarif impor Trump tidak hanya dirasakan oleh UMKM yang secara langsung melakukan ekspor ke Amerika Serikat, tetapi juga oleh seluruh pelaku UMKM di NTB. Secara makro, penurunan nilai tukar rupiah terhadap dolar dan proyeksi penurunan penerimaan pajak menjadi indikasi awal dari dampak negatif tersebut. Selain itu, potensi terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) di perusahaan-perusahaan yang berorientasi ekspor ke Amerika Serikat juga menjadi ancaman serius.
“Kalau kita melihat data, pastinya kuantitasnya banyak UMKM belum ekspor ke Amerika. Meskipun UMKM ini tidak melakukan ekspor di situ terdampak sebenarnya. Contoh melalui penurunan nilai tukar rupiah mengakibatkan menurunnya daya beli dan kelesuan ekonomi,” ujarnya, Kamis (17/4).
Meskipun sebagian besar UMKM di NTB belum melakukan ekspor langsung ke Amerika Serikat, namun dampak dari kebijakan tarif impor Trump tetap dirasakan melalui penurunan nilai tukar rupiah, yang berujung pada menurunnya daya beli masyarakat dan lesunya perekonomian. Oleh karena itu, ia menekankan pentingnya bagi UMKM NTB untuk meningkatkan daya saing produk mereka.
“Mereka harus melihat kompetitor, terlebih produk-produk impor yang sejenis dengan produk mereka, seperti fashion, makanan kemasan. Apalagi statementnya Prabowo mau buka keran impor sebesar-besarnya, itu sebenarnya tantangan besar untuk UMKM kita bisa bersaing dengan produk-produk impor,” jelasnya.
Dalam menghadapi tantangan ini, UMKM NTB disarankan agar melakukan efisiensi dan diversifikasi produk. Di tengah kondisi ekonomi yang lesu, UMKM perlu fokus pada produk-produk yang memiliki permintaan tinggi (moving) dan menunda produksi produk-produk yang permintaannya rendah (slow moving). Langkah ini bertujuan untuk menekan biaya operasional dan meningkatkan omzet penjualan.
“Terkadang banyak usaha kuliner contohnya dengan berbagai menu varian mulai dari seafood, ayam, western dan oriental campur aduk, bayangin mereka harus siapkan bahan baku bermacam-macam. Mereka harus dari sekarang harus di diversifikasi produk mereka,” ucapnya.
Maka dari itu, bagi UMKM yang secara langsung terdampak oleh kebijakan tarif impor Trump, dalam hal ini pentingnya peran pemerintah, baik pusat maupun daerah, dalam mencari negara tujuan ekspor baru. Pemerintah Provinsi NTB, khususnya Dinas Perdagangan, diharapkan dapat memberikan intervensi berupa subsidi ekspor, seperti subsidi ongkos kirim, untuk membantu UMKM yang berorientasi ekspor.
“Pemprov NTB terutama Disdag bisa mengintervensi memberikan subsidi untuk ekspor baik itu subsidi ongkir atau subsidi apa gitu. Setahu saya ada DPA nya dulu, tapi tidak tahu kalau sekarang. Jadi UMKM yang terlibat ekspor secara langsung itu mereka membutuhkan perhatian dari pemerintah memberikan subsidi atau mencari negara tujuan ekspor yang baru,” demikian. (dpi)