Mataram (Inside Lombok) – Kabupaten Lombok Utara (KLU) dikenal sebagai daerah penghasil kelapa yang produktif. Olahan seperti minyak kelapa yang dihasilkan pun sudah memiliki standar ekspor, seperti virgin coconut oil (VCO) dari para pelaku industri KLU yang saat ini sudah menembus pasar Bangladesh.
“Kelapa yang di KLU itu kemarin kami sudah tembus pasar Banglades, sudah kirim, tapi Sekarang belum bisa direct. Jadi harus dicek dulu kualitasnya dan standarnya di Yogyakarta. Jadi kami kirim ke Jogja dulu, baru ke pasar Internasional,” ungkap Deputi Bank Indonesia (BI) Perwakilan NTB, Winda Putri Listya, Kamis (18/4).
Meskipun jumlahnya belum banyak, pengiriman VCO KLU ke Bangladesh ini membuka peluang pasar olahan kelapa semakin terbuka. “Yang lolos kurasi itu sekitar 50-60 liter. VCO untuk obat di Bangladesh, cuma size-nya belum besar,” katanya.
VCO sendiri manfaatnya cukup banyak, seperti untuk obat dan minyak yang dihasilkan lebih sehat. Melihat hal tersebut, Bank Indonesia (BI) Perwakilan NTB masifkan pembinaan kepada masyarakat-masyarakat di pesisir Pantai. Salah satunya dengan mendatangkan mentor hilirisasi kelapa dari Yogyakarta untuk melakukan pembinaan.
“Produksi VCO di KLU itu ada delapan mesin digunakan sekarang ini, ternyata cukup tiga mesin saja untuk bisa menghasilkan kualitas ekspor. Sehingga harga VCO bisa masuk ke pasar lokal maupun internasional,” ujarnya.
Selama ini untuk harga VCO tidak masuk dipasaran, karena harganya berada di kisaran Rp70-80 ribu. Namun setelah menggunakan 3 mesin saja dalam produksinya harganya bisa tembus Rp30 ribu untuk ekspor. Bahkan harga tersebut sudah ada keuntungan didapat.
“Selama ini, industri kelapa di KLU yang dikelola oleh pak Zul (IKM AL Amin) sudah dapat bantuan dari daerah untuk alat-alatnya. Cuma setiap mau masuk pasar ekspor tidak tembus dan pasar domestik harga tidak bersaing, karena harga itu,” terangnya.
Selain pengembangan kapasitas pada industri kelapa di Lombok Utara, BI NTB juga masuk ke plasmanya atau dihulunya. Dimana masyarakat di Lombok Utara baik di daerah pegunungan maupun pesisir Pantai banyak yang menyuplai minyak kelapa ke IKM Al Amin. Namun setelah dilihat oleh mentor hilirisasi dari Yogyakarta, proses pemerasan kelapa dilakukan masih secara manual dan minyak yang dihasilkan lebih sedikit daripada menggunakan mesin.
“Jadi yang harusnya bisa 90 persen, cuma 40 persen karena masih manual. Tahap awal kita akan berikan mesin peras agar mereka bisa mendapatkan income yang lebih besar. Kalua yang di pak zul ini kita kembangkan kapasitasnya saja dan bisa menghasil minyak kualitas ekspor,” demikian. (dpi)