Mataram (Inside Lombok) – Berlakunya Undang-Undang (UU) Cipta Kerja sejak disahkan beberapa waktu lalu membawa bayang-bayang ketidakjelasan nasib pekerja. Bahkan ada proyeksi yang menyebut masa depan pekerja akan jadi tak menentu akibat sistem yang diatur di dalam UU tersebut.
Ketua Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) NTB, Yustinus Habur menerangkan dengan diberlakukannya sistem outsourcing dan indikasi maraknya tenaga kerja asing, aturan-aturan ketenagakerjaan saat ini keberpihakannya dianggap kurang. Dicontohkan seperti yang terjadi di perusahaan tambang Batu Hijau, di mana pekerja tidak diperbolehkan lagi berserikat.
“Artinya dengan tidak berserikat maka terbatas akses pekerja untuk menyelesaikan persoalan-persoalan ketenagakerjaan. Sistem penggunaan tenaga kerja dari perusahaan yang berlaku adalah outsourcing itu,” ujar Yustinus, Selasa (3/10).
Dijelaskan, belakangan semakin banyak perusahaan menggunakan jasa outsourcing. Jika merujuk pada UU Nomor 13/2003 tentang ketenagakerjaan, Outsourcing (Alih Daya) dikenal sebagai penyediaan jasa tenaga kerja. Menggunakan tenaga kerja outsourcing berarti perusahaan tidak perlu repot menyediakan fasilitas maupun tunjangan makan, hingga asuransi kesehatan/BPJS Kesehatan. Karena yang bertanggung jawab adalah perusahaan outsourcing itu sendiri.
“Walaupun menguntungkan perusahaan, tapi sistem ini merugikan bagi karyawan outsourcing. Selain tidak ada jenjang karier, kadang gaji mereka dipotong,” ucapnya.
Lebih lanjut, presentase potongan gaji ini bisa mencapai 30 persen. Bahkan tidak semua karyawan outsourcing mengetahui berapa besar potongan gaji yang diambil oleh perusahaan outsourcing atas jasanya memberi pekerjaan di perusahaan lain itu.
Sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing sebenarnya tidak jauh berbeda dengan sistem perekrutan karyawan pada umumnya. “Tenaga kerja outsourcing dievaluasi setiap tahun. Dapat diperpanjang, atau dapat diputus. Pengusaha kita sekarang, mau mikir dirinya saja. Tidak memikirkan pekerja,” bebernya.
Yustinus menyebutkan bahwa hal tersebut diperbolehkan karena di dalam aturan perundang-undangan. Hal Ini menjadi tantangan pekerja, tak hanya itu, ditambah dengan adanya indikasi masuk tenaga kerja asing juga sangat marak.
“Saya lihat sendiri di salah satu proyek di Jawa untuk tenaga kerja asing dibuatkan sendiri. Kita tidak saja impor beras, impor garam, tenaga kerja juga diimpor. Undang-undang membolehkan hal itu, dan kami sudah angkat tangan juga berjuang untuk ini,” jelasnya. (dpi)