25.5 C
Mataram
Jumat, 1 November 2024
BerandaHukumDivonis 1,5 Tahun Atas Kasus Tanah, ASN Pemprov NTB Merasa Dikriminalisasi

Divonis 1,5 Tahun Atas Kasus Tanah, ASN Pemprov NTB Merasa Dikriminalisasi

Mataram (Inside Lombok) – Satriawati, ASN Pemprov NTB terpaksa harus tetap menjalani proses hukum setelah dinyatakan bersalah oleh majelis hakim dari tingkat Pengadilan Negeri Mataram, Pengadilan Tinggi NTB, hingga Mahkamah Agung atas kasus keterangan palsu di bawah sumpah. Kasus itu muncul setelah dirinya melaporkan kehilangan surat tanah, yang belakangan justru diperkarakan oleh seseorang yang mengaku telah membeli tanah tersebut.

Atas tuntutan hukum terkait pembuatan keterangan palsu dibawah sumpah atas penerbitan sertifikat tanah oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) Lombok Barat di lahan seluas sekitar enam are yang ada di wilayah Sekotong Lombok Barat itu, Satriawati kini divonis 1,5 tahun penjara. “Saya dianggap membuat keterangan palsu untuk penerbitan sertifikat saya yang hilang di BPN Lombok Barat,” katanya.

Diterangkan Satriawati, sertifikat baru yang dibuat karena merasa kehilangan bukti kepemilikannya pada 2012 silam. Di mana, ia mengaku membeli tanah sekitar 2007 di Sekotong bersama almarhum suaminya, Ulrich Peter Neu. Kendati, setelah itu sertifikat atas nama Satriawati Neu tersebut hilang hingga akhirnya membuat sertifikat baru atas nama Satriawati di 2014.

Dalam proses pembuatan sertifikat baru ini, ia pun membuat keterangan di bawah sumpah, sampai di 2015 sertifikat baru di atas lahan seluas enam are tersebut diterbitkan pihak BPN Lombok Barat. Setelah sertifikat baru dimiliki, ia dilaporkan warga negara asing ke Polda NTB karena dianggap membuat keterangan palsu. Namun karena tidak cukup bukti kasus tersebut dihentikan.

- Advertisement -

Meski begitu, kasus itu kemudian dilaporkan juga ke Polres Lombok Barat atas dugaan yang sama, hingga Satriawati kali ini ditetapkan menjadi tersangka karena saat itu bukti Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) dihadirkan oleh pelapor. “Sampai saya akhirnya dikonfrontasi dengan WNA tersebut. Di hadapan polisi, dia (pelapor, Red) mengakui tidak pernah membayar tanah saya,” katanya.

Dalam putusan persidangan, Satriawati dinyatakan bersalah dan divonis 1,5 tahun penjara. Atas putusan ini, ia pun mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi NTB hingga kasasi ke Mahkamah Agung. Hasil putusannya pun sama dengan putusan PN Mataram. Ia tetap dihukum 1,5 tahun penjara.

“Saya merasa dikriminalisasi dan tertindas oleh hukum. Saya tidak pernah jual tanah dan merasa dirugikan. Kemudian sekarang saya harus dipenjara. Tolong buktikan satu lembar saja bukti kalau saya pernah menerima uang untuk menjual tanah saya,” lirihnya.

Sementara itu, Kasi Intel Kejaksaan Negeri Mataram, M Harun Al Rasyid mengatakan pemberian vonis terhadap Satriawati sudah melalui proses hukum yang berlaku. “Perkara sudah berlangsung lama dan sudah berjalan lagi dibuktikan secara keperdataannya dulu. Sudah sah perjanjian itu jual beli. Perjanjian jual beli sudah sah. Yang bersangkutan menjadi korban ini merasa dirugikan atas kebohongan keterangan palsu di bawah sumpah. Makanya dilaporkan secara pidana,” terangnya.

Sedangkan Jaksa Penuntut Umum atas kasus itu, Baiq Sri Saptianingsih menyampaikan pernah mempersilakan Satriawati untuk melaporkan dugaan pencurian. “Dia menuduh ada pencurian banyak dokumen dan laptop pada saat suaminya meninggal, dan saya tantang dia kalau mau buktikan kehilangan barang-barang laporkan,” tegasnya.

Di sisi lain, Sri mengakui pernah meminta Satriawati membayarkan uang ganti rugi sejumlah Rp200 juta agar kasus tersebut selesai. Uang tersebut disebutnya untuk biaya ganti rugi pelapor. Meski permintaan itu kemudian ditolak pihak Satriawati. “Saya mau berdamai buk, tapi ganti kerugian yang saya sudah keluarkan selama ini, jumlahnya Rp200 juta. Jadi saya sampaikan (permintaan pelapor, Red), jangan sampai naik ke pengadilan dan jangan sampai tahap kedua saya limpahkan ke pengadilan,” katanya.

Meski divonis 1,5 tahun, Satriawati sebagai ASN Pemprov NTB tidak dipecat. Hal ini lantaran vonis yang ditetapkan tidak mencapai 2 tahun. “Tidak dipecat jadi status ASN-nya karena kurungan penjara kurang dari dua tahun,” tutupnya. (azm)

- Advertisement -

Berita Populer