Mataram (Inside Lombok) – Seorang perempuan inisial M ditetapkan sebagai salah tersangka dalam kasus dugaan pembunuhan Brigadir Nurhadi, anggota Propam Polda NTB. Ia telah ditahan bersama dua tersangka lainnya, antara lain Kompol IMYPU alias Yogi dan Ipda HC. Kendati, dalam kasus itu M disebut mendapat risiko unfair trial atau peradilan yang tidak adil, di mana proses pengadilan yang berjalan tidak memenuhi prinsip-prinsip keadilan dan kesetaraan.
Hal itu diungkapkan Aliansi Reformasi Polri untuk Masyarakat NTB yang memberi bantuan hukum kepada M. Aliansi ini terdiri dari PBHM NTB, BKBH FHISIP Unram, dan LKBH FH UMM Mataram. Koordinator Aliansi, Yan Mangandar Putra menjelaskan kasus ini dilaporkan pada 21 April 2025 dan naik ke tahap penyidikan 30 April 2025. “Ketiganya ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025 atas dugaan penganiayaan yang menyebabkan kematian,” ujarnya, Rabu (9/7).
Insiden terjadi 16 April 2025 di Villa Tekek, Gili Trawangan, dan diduga dipicu konsumsi narkotika (riklona, ekstasi) dan alkohol. M dijerat Pasal 351 ayat 3 dan/atau Pasal 359 KUHP jo Pasal 55 KUHP.
M disebut hanya lulusan SMA, belum menikah, dan menjadi tulang punggung keluarga. Ia tiba di Lombok 29 Juni dan langsung dijemput pihak Aliansi, namun lebih dulu diamankan penyidik Polda NTB. M kemudian diperiksa, namun sempat mengalami gangguan psikis hingga kerasukan, dan baru menjalani BAP awal pada 2 Juli 2025. Dia ditahan berdasarkan surat penahanan tertanggal 1 Juli 2025. Permohonan penangguhan penahanan diajukan pada 3 Juli.
Menurut Yan, M hanya diperintah membeli riklona oleh Kompol Yogi, yang juga menyuplai ekstasi. Saat kejadian, M tidak menyaksikan langsung penganiayaan karena sedang mandi dan dalam pengaruh obat. “Ada risiko unfair trial terhadap M yang baru mengenal korban di hari kejadian dan tidak memiliki motif membunuh,” ujarnya.
Sementara Kompol Yogi dan Ipda HC adalah atasan korban dengan relasi kuasa kuat. Hasil autopsi menunjukkan tanda kekerasan pada tubuh korban. Yan menyebut dugaan manipulasi juga terlihat dari proses evakuasi jenazah oleh Ipda HC yang tak sesuai prosedur. Awalnya, keluarga mengira korban tenggelam dan dimakamkan tanpa autopsi.
Kompol Yogi sempat meminta M merahasiakan penggunaan narkoba. Yan menilai M sebagai pihak paling rentan dalam kasus ini, tanpa kenalan di NTB, berlatar keluarga sederhana, dan bisa menjadi korban peradilan yang tidak adil. (gil)