28.5 C
Mataram
Jumat, 27 Desember 2024
BerandaHukumMarak Kasus Aborsi, Komnas Perempuan: Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan Hanya Boleh Dua...

Marak Kasus Aborsi, Komnas Perempuan: Penghentian Kehamilan Tidak Diinginkan Hanya Boleh Dua Kondisi

Mataram (Inside Lombok) – Belakangan ini marak terjadi kasus aborsi yang dilakukan oleh sepasang kekasih, termasuk dua kasus yang ditemukan di Kota Mataram beberapa waktu lalu. Padahal aborsi atau kehamilan yang tidak diinginkan dapat membahayakan bagi perempuan yang melakukannya. Belum lagi hal itu masuk ranah hukum, hingga pelakunya bisa terjerat pidana.

Ketua Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Andy Yentriyani menyebut penghentian kehamilan yang tidak diinginkan hanya boleh untuk dua kondisi. Pertama, kehamilan yang berisiko untuk keselamatan nyawa, baik pihak ibu atau bayi. Kedua, korban kekerasan seksual, dalam hal ini bisa jadi pemerkosaan, prostitusi paksa, eksploitasi, atau perdagangan orang untuk tujuan seksual.

“Jadi posisi kami Komnas Perempuan tentunya, bahwa akses layanan menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan ini terutama untuk korban kekerasan seksual itu ada. Selebihnya kita harus memeriksa kasusnya dulu,” jelasnya, Senin (22/5).

Namun, yang dikhawatirkan pihaknya, adanya praktek aborsi yang merisikokan nyawa dari pihak perempuannya. Selain urusan kriminalisasi, setiap kasus aborsi memang perlu diperdalam. Lain halnya jika kasus aborsi dilakukan oleh korban pemerkosaan. Di mana salah satu pertolongan pertama yang diperoleh korban pemerkosaan adalah tes kesehatan agar tidak mengalami penyakit menular seksual. Kedua, membantu untuk menghentikan kehamilan.

- Advertisement -

“Tapi tidak banyak yang bisa mengakses ini (obat). Tapi saya tidak tahu apakah dijual bebas atau seperti apa di NTB. Pil yang kami maksud yang untuk menghentikan kehamilan bagi korban pemerkosaan itu di banyak tempat sulit diperoleh,” jelasnya.

Bahkan banyak korban dari kasus pemerkosaan justru tidak bisa mengakses obat untuk penghentian kehamilan yang tidak diinginkan. Sehingga banyak korban yang mau tidak mau terpaksa menanggung dan melanjutkan kehamilan yang tidak diinginkan akibat pemerkosaan itu. “Padahal bisa di hentikan kehamilannya itu jika korban ini bisa mengakses obat itu,” ujarnya.

Selain itu, menurutnya saat ini dibutuhkan pendidikan kritis untuk mencegah terjadinya aborsi yang banyak dilakukan, terutama dikalangan remaja dan dewasa. Pendidikan kritis sendiri memungkinkan anak-anak muda memahami bahwa ada risiko dan konsekuensi yang tidak bisa dihindari dari suatu tindakan. Termasuk dalam hal mengambil keputusan yang perlu dipertanggungjawabkan pada diri sendiri dan lingkungan sekitar.

“Termasuk pemahaman seks edukasi juga, tapi banyak yang menyalah artikan seks edukasi itu pose seks, padahal bukan itu. Soal kesehatan, organ reproduksi dan juga konsekuensi yang ditanggung,” kata Andy. (dpi)

- Advertisement -

Berita Populer