27.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaKesehatanPasien Gagal Ginjal di RSUD NTB Meningkat 10 Persen Setiap Tahun

Pasien Gagal Ginjal di RSUD NTB Meningkat 10 Persen Setiap Tahun

Mataram (Inside Lombok) – Penyakit gagal ginjal termasuk salah satu penyakit yang paling berbahaya. Meski tidak menular, risiko kematian penyakit ini perlu penanganan serius. Bahkan di RSUD Provinsi NTB kasus gagal ginjal mengalami peningkatan 10 persen setiap tahun.

Di Provinsi NTB sudah ada 13 unit hemodialisis (HD). Selain itu juga penderita gagal ginjal juga bisa melakukan cuci darah secara mandiri. Pengurus Wilayah (PW) Ikatan Perawat Dialisis Indonesia (IPDI) Provinsi NTB pun menggelar pertemuan ilmiah tahunan wilayah NTB Minggu (25/8) akhir pekan kemarin.

Kegiatan yang digelar untuk memberikan informasi tentang dialisis dan diharapkan menjadi pedoman dalam pelayanan dialisis atau gagal ginjal. “Ada workshop penanganan continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD) yaitu bagaimana penanganan gagal ginjal pasien melakukan cuci darah secara mandiri di rumah. Itu perawatnya kita training,” kata Ketua PW IPDI NTB, Baiq Reny Ermayuningsih.

Ia mengatakan, peningkatan angka gagal ginjal ini paling besar disebabkan karena diabetes. Kasus ini tidak hanya menyerang orang dewasa melainkan anak-anak. “Sekarang kita di NTB sudah tidak merujuk lagi untuk gagal ginjal anak. Kalau dulu masih merujuk. Kita sudah melayani pasien anak,” ungkapnya.

Baiq Reny menyebutkan, pada bulan Agustus ini RSUD NTB sudah menangani beberapa pasien ana-anak yang mengalami gagal ginjal. “Bulan ini saja ada tiga anak-anak di bawah 15 tahun dan kemudian remaja usia 16-18 tahun,” ujarnya.

Ia mengaku, penanganan untuk kasus gagal ginjal pada usia remaja sudah banyak ditangani di RSUD Provinsi NTB. Dalam sebulan kasus baru yang ditangani yaitu mencapai 25-45 kasus.

“Usianya random. Yang kemarin kita tangani ini ada yang usianya 8 tahun dengan berbagai penyakit sebelumnya tidak murni gagal ginjal,” tegasnya. Menurutnya, peningkatan kasus gagal ginjal ini yaitu karena gaya hidup. Makanan dan minuman yang berwarna. “Dari hasil kita dengan orang tua pasien itu karena air putihnya kurang,” ucapnya.

Konsumsi minuman kemasan yang banyak dijual saat ini masih tetap bisa namun tidak setiap hari. “Kalau ini terus menerus akan mempengaruhi kerja ginjal,” katanya.

Sementara itu, Ketua Panitia Pertemuan Ilmiah Tahunan Wilayah IPDI NTB Restu Karina Putra S.Kep Ns menyebutkan gagal ginjal ada dua yaitu akut dan kronis. Untuk gagal ginjal akut bisa cepat pulih jika penanganan dilakukan dengan cepat.

“Kalau memang butuh cuci darah bisa dilakukan segera. Itu kemungkinan pulihnya tinggi bisa stop cuci darah karena sifatnya akut dia terjadi secara tiba-tiba,” katanya.

Sedangkan untuk gagal ginjal kronis disebut tahap penyembuhannya cukup lama. “Ini prosesnya Panjang bisa 3 sampai 6 bulan apalagi sudah divonis stadium 5 itu nanti bisa cuci darahnya seumur hidup,” katanya.

Untuk diketahui, Penyakit ginjal kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat global, dengan prevalensi dan insidensi yang semakin meningkat dan biaya yang tinggi. Perawatan penyakit ginjal merupakan rangking ke 2 pembiayaan terbesar dari BPJS Kesehatan setelah penyakit Jantung.

Pada tahun 2018 jumlah pasien ginjal yang menjalani cuci darah 35.602 dan meningkat menjadi 66.433 pada tahun 2019. Data terakhir pada Oktober di tahun 2023, 235 dari 1.000.000 orang Indonesia menjalani Hemodialisis. Dengan meningkatnya kasus cuci darah tentunya diperlukan peran perawat secara optimal sehingga diharapkan mampu meningkatkan kualitas hidup pasien dialisis. (azm)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer