Mataram (Inside Lombok) – Terdakwa kasus korupsi dana gempa yang menjabat Ketua Komisi IV DPRD Kota Mataram Muhir dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Muhir dinilai menyalahgunakan kekuasaannya sehingga dapat memaksa seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
Jaksa Penuntut Umum dalam kasus ini, Agus Artha mengatakan bahwa ada empat poin memberatkan yang menjadi pertimbangan jaksa dalam penuntutan.
Menurutnya, salah satunya karena Muhir menjabat sebagai anggota DPRD Kota Mataram. Ia dinilai tidak mendukung upaya pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
”Terdakwa ini justru memanfaatkan jabatannya untuk melakukan tindak pidana korupsi,” kata Agus Ary, Jumat (18/01/2019).
Muhir juga dinilai terlalu berbelit-belit dalam memberikan keterangan selama ini. Selain itu, tindakan korupsinya juga dilakukan pada saat bencana alam. Hal ini justru memberatkan dan membuat jaksa menuntutnya hingga delapan tahun penjara.
Muhir dianggap melanggar Pasal 12 huruf e Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor. Ia juga dituntut untuk membayar denda sebesar Rp250 juta.
Kasus ini dimulai dari telepon Muhir kepada Kadis Pendidikan Kota Mataram saat itu, Sudenom. Dari telepon itu, Sudenom merasa tidak nyaman, takut, dan terganggu. Dia tertekan karena setiap kali terdakwa menghubungi mengenai pembahasan anggaran, Muhir pasti akan meminta sejumlah uang.
”Sudenom sebagai saksi ini merasa takut nanti dalam pelaksanaan pekerjaan rehabilitasi ringan pascagempa akan diganggu oleh terdakwa Muhir,” ujarnya.