Mataram (Inside Lombok) – Beberapa korban investasi Dapoer Mak Caca telah melapor ke Polresta Mataram. Uang yang mulanya akan digunakan sebagai modal usaha itu digadang-gadang telah digunakan tersangka untuk memperkaya dirinya sendiri. Kasus ini sedang ditangani Polresta Mataram.
“Kasusnya sudah kita tangani, kini yang bersangkutan sudah ditetapkan sebagai tersangka,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram AKP Kadek Adi Budi Astawa, di Mataram, Senin (26/10/2020).
Owner Dapoer Emak Caca, Laras Chyntia sudah ditangkap dan kini ditahan di Rutan Polresta Mataram. Tersangka diduga melanggar pasal penipuan 378 KUHP dan/atau penggelapan pasal 372 KUHP.
“Dari laporan awal baru Rp25 juta. Korbannya sebanyak enam orang,” ujarnya.
Dia meyebutkan tim penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya korban lain. serta jumlah kerugian yang lebih besar. “Kita masih kembangkan lagi,” tandasnya.
Sementara itu, sebanyak 13 orang pemodal Dapoer Emak Caca juga pada hari Senin juga membuat pengaduan ke Ditreskrimsus Polda NTB. Mereka menyampaikan laporan dugaan tindak pidana pencucian uang dari pengumpulan modal.
Penasihat Hukum korban, Lalu Anton Hariawan menjelaskan peserta yang menyetor modal ke Laras dalam bisnis Dapoer Emak Caca diduga mencapai 232 orang yang tersebar di seluruh Indonesia.
“Kesepakatannya untuk usaha Dapoer Emak Caca, Caca Garden Café, Caca Village, dan Caca Crabs,” ujarnya.
Diketahui bahwa para kliennya ini mengenal model bisnis yang dijalankan Laras melalui unggahan di media sosial Instagram pada awal 2020 lalu. Mereka tertarik untuk menanamkan modal untuk bisa mendapatkan keuntungan. Seperti yang diiklankan.
“Kesepakatannya klien kami akan mendapat keuntungan 50 sampai 70 persen. Uang investasi pun akan dikembalikan utuh ditambah dengan bonus,” kata Anton.
Anton merinci kliennya menyetor modal antara lain Rp63 juta; Rp10 juta; Rp35 juta; Rp50 juta; Rp50 juta; Rp100 juta; Rp35 juta; Rp35 juta; Rp114 juta; Rp154 juta; Rp25 juta; Rp35 juta; dan Rp43 juta.
“Tetapi sebaliknya, uang investasi itu diduga digunakan untuk membeli aset pribadi serta aset itu dipecah dan dikuasai keluarganya,” sebut Anton.
Rinciannya, sebidang tanah kosong di Kuta Lombok Tengah dengan Sertifikat Hak Milik No1765 seluas 1.071 m2 atas nama Laras Chyntia. Tanah itu dibeli pada 7 April 2020. Kemudian ada juga jadi mobil, empat unit ruko, perabotan mahal, sepeda motor, dan ponsel.
Sementara itu, Penasihat Hukum Laras Chyntia, Imam Sopian mengatakan bahwa sejauh ini pihaknya masih mengikuti prosedur hukum yang berlaku di kepolisian. Ia membenarkan bahwa kliennya dituntut atas penipuan dan penggelapan.
“Sejauh ini kami fokus untuk melakukan pembelaan terhadap yang dituduhkan kepada klien kami, yaitu penipuan dan penggelapan,” ujarnya saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (27/10/2020).
Ia mengatakan bahwa memang benar kliennya melakukan bisnis tersebut. Namun untuk membuktikan lebih lanjut, pihaknya akan mengikuti prosedur hukum beracara yang berlaku.
“Jadi bagi pihak yang berkepentingan tentu saja dapat melapor ke pihak berwajib. Namun demikian, kami tetap melakukan pengkajian untuk pembelaan klien kami,” ujarnya.