Mataram (Inside Lombok) – Jaksa peneliti mengembalikan berkas penyidikan kasus korupsi proyek pengadaan alat kesenian “marching band” Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Nusa Tenggara Barat, ke penyidik kepolisian
Kasi Penkum dan Humas Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa, mengatakan berkasnya dikembalikan ke penyidik kepolisian karena kesimpulan dari hasil penelitian dinyatakan masih ada materi yang belum lengkap.
“Kesimpulannya, berkas yang dikirim penyidik kepolisian belum lengkap. Kita kembalikan 21 Agustus,” kata Dedi Irawan.
Dalam pengembalian itu, jaksa peneliti memberikan sejumlah catatan penting yang menjadi petunjuk penyidik kepolisian. Salah satunya berkaitan dengan unsur penggelembungan anggaran yang tidak sesuai dengan harga pengadaannya.
“Jadi perlu ada harga pembanding,” ujarnya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau proses penanganan kasus yang bergulir di Polda NTB tersebut. Apa yang menjadi kendala penanganannya yang mengakibatkan kasusnya sempat jalan di tempat, masuk dalam agenda koordinasi dan supervisi (korsup).
Koordinator Wilayah V KPK Dzakiyul Fikri mengatakan bahwa perbedaan pandangan terhadap harga pembanding masih menjadi persoalan di setiap korsup. Jaksa memang menginginkan ada daftar harga pembanding untuk membuktikan adanya indikasi penggelembungan anggaran.
“Jaksa masih tetap berpegang teguh harus ada harga pembanding. Karena, mereka yang bertindak sebagai JPU,” ujar Fikri.
Berkaitan dengan hal tersebut, penyidik kepolisian kesulitan menemukan harga pembanding karena alat “marching band” hanya dijual di satu tempat.
“Kondisi itu yang menjadi kendala sehingga kasus ini belum P21 (berkas dinyatakan lengkap),” katanya.
Karena itu, penanganan kasus ini perlu digelar kembali bersama pihak kejaksaan maupun kepolisian. Tentunya, kata dia hal itu dilakukan untuk menemukan solusi dalam penanganannya.
“Nanti kita bahas lagi bersama penyidik dan jaksa,” ucap Fikri.
Dalam kasus ini, penyidik telah menyeret peran dua tersangka, yakni mantan Kasi Kelembagaan dan Sarpras Bidang Pembinaan SMA Dinas Dikbud Provinsi NTB berinisil MI, yang merupakan PPK proyek tersebut. Selanjutnya, Direktur CV Embun Emas, berinisial LB.
Proyek pengadaan alat kesenian “marching band” dibagi dalam dua paket. Paket pertama dibuat sebagai belanja modal dengan nilai HPS Rp1,68 miliar dari pagu anggaran Rp1,70 miliar.
CV Embun Emas memenangi tender dengan penawaran Rp1,57 miliar. Alat kesenian marching band pada paket pertama ini dibagi ke lima SMA/SMK negeri.
Paket kedua disusun sebagai belanja hibah untuk pengadaan bagi empat sekolah swasta. HPS-nya senilai Rp1,062 miliar. CV Embun Emas kembali menjadi pemenang tendernya dengan harga penawaran Rp982,43 juta.
Dari rangkaian penyelidikannya, penyidik menemukan indikasi PPK dan rekanan melakukan pemufakatan jahat mulai dari tahap perencanaan dengan rekanan yang memberikan katalog spesifikasi barang. HPS pun diduga disusun bersama-sama. Dalam kasus itu kerugian negara berdasarkan hasil hitungan BPKP Perwakilan NTB bernilai Rp702 juta. (Ant)