Mataram (Inside Lombok) – Seorang pengusaha di Kota Mataram inisial INPA harus berurusan dengan hukum setelah diduga memproduksi dan mengedarkan minyak goreng dalam kemasan yang tak sesuai dengan takaran yang tertera di label. Ia memasarkan produk bermerek Minyakita di wilayah Pulau Lombok melalui perusahaannya, CV Putra Jaya Kencana.
Kasus ini mencuat setelah sejumlah warga melaporkan kejanggalan pada kemasan ukuran dua liter. Masyarakat mencurigai isi kemasan tidak sesuai dengan label yang tercantum. Menanggapi laporan tersebut, Unit Tindak Pidana Tertentu (Tipidter) Polresta Mataram melakukan penyelidikan. Polisi kemudian menemukan beberapa kemasan minyak goreng yang diduga tidak memenuhi standar isi sebagaimana yang dijanjikan pada label.
“Untuk memastikan temuan itu, polisi membawa sampel minyak goreng ke Dinas Perdagangan Kota Mataram. Dari hasil pengujian, diketahui bahwa isi minyak dalam sejumlah kemasan tersebut memang tidak mencapai dua liter,” kata Kasatreskrim Polresta Mataram, AKP Regi Halili.
Bahkan, kemasan lima liter yang beredar di pasaran juga terbukti berisi kurang dari yang seharusnya. Temuan ini memperkuat dugaan bahwa pelaku secara sengaja memproduksi minyak goreng dengan isi di bawah standar, lalu mendistribusikannya ke berbagai toko di Kota Mataram.
Salah satu toko yang menerima distribusi tersebut adalah Toko FIDO di Jalan Tumpang Sari, Cakranegara Timur. “Dari lokasi tersebut, kasus ini mulai terungkap setelah pengumpulan keterangan dari saksi-saksi, termasuk pemilik toko, karyawan perusahaan, hingga perwakilan Dinas Perdagangan,” ungkap Regi.
Polisi turut mengamankan sejumlah barang bukti yang diduga terkait praktik curang tersebut. Di antaranya 586 kemasan ukuran dua liter, enam jeriken berisi minyak ukuran lima liter, tiga unit timbangan digital, serta tujuh mesin pengisian dan penyegelan minyak goreng.
Dua tangki stainless berkapasitas dua ribu liter juga ditemukan di lokasi produksi, bersama 20 jeriken plastik berukuran 4,5 liter, alat-alat pendukung seperti spidol, stempel, dan bahkan dua mobil pengangkut yang digunakan untuk mendistribusikan barang ke toko-toko.
Dari hasil penyelidikan, polisi menyimpulkan bahwa kegiatan produksi dan distribusi ini telah menyalahi aturan perlindungan konsumen. Tersangka dijerat dengan Pasal 62 Ayat 1 jo Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Ancaman hukumannya tidak main-main, yakni pidana penjara paling lama lima tahun dan denda maksimal Rp2 miliar.
Meski barang bukti sudah dikumpulkan dan kerugian masyarakat mulai terungkap, hingga kini I Nyoman Putra Astawan belum ditahan. Polisi menyatakan proses hukum masih terus berjalan dan menegaskan komitmen untuk menindak tegas pelanggaran yang merugikan konsumen. (gil)