Mataram (Inside Lombok) – Kepolisian Resor Lombok Timur, NTB, menangani kasus dugaan kekerasan seksual yang dialami seorang bocah perempuan berusia delapan tahun dengan pelakunya diduga kakak ipar korban berinisial BH (38).
Kasat Reskrim Polres Lombok Timur AKP I Made Yogi Purusa Utama yang dihubungi wartawan melalui telepon selulernya, Senin, menjelaskan, kasusnya mulai ditangani sejak pihaknya menerima laporan dari kakak kandung korban, Yuliana, pada Minggu lalu (6/9).
“Menindaklanjuti laporannya, kini penanganan kasusnya telah masuk pada proses klarifikasi dan juga menunggu hasil visum korban,” kata Yogi.
Menurut laporan yang diterima dari kakak kandung korban, Yuliana, terlapor BH diduga dengan sengaja melakukan tindak kekerasan seksual kepada adiknya yang masih bocah tersebut pada Sabtu (5/10).
Yuliana menyampaikan keterangan itu ke hadapan kepolisian sesuai dengan pengakuan korban yang kemudian dikuatkan dengan keluhan rasa sakit ketika membuang air kecil.
“Hubungan terlapor dengan korban ini ipar yang memang tinggal satu rumah, kedekatan korban dengan terlapor ini sudah seperti bapak asuh,” ujarnya.
Ia menegaskan, dalam kasus ini polisi belum memiliki bukti kuat untuk menetapkan peran tersangka. Meskipun bukti keterangan pelapor menyebutkan pelakunya adalah kakak ipar korban, namun hal itu belum dapat menguatkan penyidik untuk menetapkan dia sebagai tersangka sebelum hasil visum keluar.
“Jadi untuk terlapornya saat ini kita lakukan pengamanan diri saja dan kami menunggu hasil visumnya (korban) dulu, jika hari ini keluar, langsung kami tetapkan tersangka,” ucapnya.
Lebih lanjut disampaikan bahwa tersangka dalam kasus ini akan dijerat dengan pidana kekerasan seksual terhadap anak di bawah umur dan perbuatan cabul. Hal itu sebagaimana dimaksud dalam pasal 81 dan pasal 82 UU Nomor 35/2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak.
Lebih lanjut, Yogi mengatakan, korban yang masih berusia delapan tahun kini telah mendapat pendampingan khusus dari pihak Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A).
“Tentunya untuk pemulihan trauma psikologis dan kesehatan korban sudah kita pikirkan. Saat ini, selain keluarga, pendampingan khusus juga ada diberikan dari pihak P2TP2A,” ucapnya. (Ant)