25.5 C
Mataram
Sabtu, 23 November 2024
BerandaLingkunganKurangi Ketergantungan Pupuk Kimia, Petani di Lobar Diajak Lakukan Pengomposan In-situ

Kurangi Ketergantungan Pupuk Kimia, Petani di Lobar Diajak Lakukan Pengomposan In-situ

Mataram (Inside Lombok) – Petani di Lombok Barat (Lobar) diajak mengimplementasikan konsep LEISA (Low External Input Sustainable Agriculture) melalui pengomposan in-situ, yaitu proses mengubah limbah organik menjadi kompos secara langsung di lokasi produksi tanaman. Penggunaan kompos sebagai pupuk organik ini dapat meningkatkan kesuburan tanah dan mengurangi ketergantungan petani pada pupuk kimia.

Akademsi Fakultas Pertanian Universitas Warmadewa (Unwar), I Nengah Muliarta saat mensosialisasikan dan melatih pengomposan limbah jerami padi kepada Kelompok Tani Kelapa Gading di Kebon Ayu, Lobar mengatakan konsep LEISA menekankan pada pemanfaatan sumber daya lokal dan input eksternal yang rendah untuk mendukung produktivitas pertanian yang berkelanjutan.

“Salah satu komponen penting dalam konsep LEISA adalah pengomposan in-situ atau pengomposan yang dilakukan langsung di lahan pertanian. Melalui kegiatan ini, kami mengajak para petani untuk memanfaatkan limbah jerami padi sebagai bahan baku kompos yang dapat diaplikasikan kembali ke lahan pertanian mereka,” ujar Muliarta.

Pelatihan yang digelar pada Minggu (26/5) itu merupakan serangkaian kegiatan pengabdian kepada masyarakat (PKM) kerja sama antara FP-Unwar dengan Universitas Mataram. Dilanjutkan Muliarta, pengomposan in-situ mampu meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan bahan organik di tingkat petani.

Selain itu, teknik ini juga dapat mengurangi biaya produksi dan meningkatkan kesuburan tanah secara alami. Hal ini sejalan dengan prinsip-prinsip dalam konsep LEISA yang bertujuan untuk mewujudkan sistem pertanian yang lebih ramah lingkungan dan produktif.

Pengomposan limbah jerami padi secara in-situ melalui metode pengomposan aerob, selain sebagai upaya implementasi konsep LEISA juga berkontribusi bagi upaya pengurangan emisi gas rumah kaca dan langkah mitigasi pemanasan global. Apabila ini mampu diimplementasikan maka petani secara langsung telah melakukan upaya pengembangan pertanian berkelanjutan.

Muliarta mengungkapkan selama ini umumnya masih banyak petani yang membakar limbah jerami padi yang dihasilkan karena beberapa alasan. Alasan utama adalah untuk mengejar masa tanam berikutnya dan tidak mengetahui cara pengomposan limbah jerami padi. Padahal pembakaran limbah jerami padi sama halnya dengan membuang sumber data pupuk.

Berdasarkan hasil beberapa penelitian didapatkan, produksi limbah jerami padi mencapai 10-15 ton per hektare dan 70-80 persen unsur hara yang diserap tanaman padi ada di jerami. Apabila 1 ton jerami padi dikomposkan maka akan menghasilkan sekitar 0,5 ton kompos dan penggunaan kompos jerami padi dapat mengurangi 20-80 persen penggunaan pupuk anorganik.

Kepala Desa Kebon Ayu, Jumarsa menyampaikan salah satu permasalahan yang dihadapi petani adalah keterbatasan pupuk dan pengelolaan limbah. Petani sangat membutuhkan pendampingan tentang cara membuat pupuk. “Petani sangat tergantung pada pupuk kimia, sehingga kita minta perguruan tinggi membantu menyiasati” ungkapnya.

Sedangkan Ketua Kelompok Tani Kelapa Gading, Marzuki berharap ada transfer teknologi, khususnya pengomposan limbah pertanian. Hal ini agar petani dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia dan tidak lagi membakar jerami padi yang dihasilkan. (r)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer