Lombok Utara (Inside Lombok)- Program sekolah rakyat besutan Presiden RI Prabowo Subianto disambut baik oleh pemerintah daerah. Termasuk Kabupaten Lombok Utara yang berhasil lolos menerima program tersebut, dan direncanakan pada Agustus 2025 ini sudah mulai dibangun. Sayangnya, rencana besar membangun sekolah rakyat harus bergeser ke tahun 2026. Lantaran keterlambatan penyelesaian dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) menjadi hambatan utama.
“Kami sedang berupaya supaya AMDAL bisa ditangani pemerintah pusat, karena ini biayanya cukup besar. Tapi kalau tidak bisa, kami (Pemda) siap alokasikan anggaran untuk itu. Yang penting target pembangunan fisik bisa dimulai tahun 2026,” ujar, Kepala Dinsos PPPA KLU, Fathurrahman, Jumat (8/8). Sebagaimana diketahui, lokasi pembangunan sekolah rakyat tersebut di survei dan diverifikasi oleh pusat, ada beberapa yang harus kembali dilengkapi. Yakni diminta selesaikan sempadan pantai dengan jarak 100 meter dari pantai, setelah itu kaitan dengan sempadan Sungai, karena lokasi lahan ini berada didekat bidang Sungai dan pantai. Meskipun Sungai mati, tapi harus tetap mengikuti ketentuan dari pemerintah pusat. “Lahan seluas 6 hektar di Amor-Amor, Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, telah disiapkan dan dinyatakan layak dari segi tata ruang dan teknis,” katanya.
Sekolah rakyat ini tidak hanya menyiapkan ruang belajar. Berbagai fasilitas pendukung akan dibangun di lokasi ini, termasuk ruang kelas, laboratorium, asrama, sarana ibadah, dapur, hingga ruang bermain yang representatif. “Konsep sekolah ini mengadopsi sistem boarding school. Seluruh kebutuhan pendidikan, makan, hingga tempat tinggal para siswa ditanggung negara sepenuhnya,” terangnya.
Sekolah ini akan menampung siswa dari jenjang SD hingga SMA, menjadikannya pusat pendidikan terpadu yang tidak hanya fokus pada akademik, tetapi juga pembentukan karakter dan penguatan nilai-nilai keagamaan. “Kami ingin memastikan anak-anak dari keluarga miskin bisa sekolah tanpa beban, hal ini bertujuan untuk membangun generasi yang kuat secara mental dan spiritual,” tuturnya.
Sebelumnya, lokasi sementara sempat diusulkan di gedung Balai Latihan Kerja (BLK). Namun, setelah survei oleh Satuan Tugas (Satgas) Kementerian PUPR, lokasi tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat. Dengan demikian, pembangunan baru menjadi satu-satunya pilihan yang paling ideal. Sementara itu, penundaan ini diharapkan dapat memberikan waktu bagi pemerintah daerah untuk mempersiapkan semuanya secara matang. “Nanti di tahun 2026, sekolah rakyat ini benar-benar dapat berdiri kokoh sebagai model pendidikan inklusif yang menyediakan pengasuhan total bagi anak-anak yang paling membutuhkan,” pungkasnya. (dpi)

