Lombok Barat (Inside Lombok) – DPRD Lobar akan lakukan evaluasi setelah melihat capaian pendapatan asli daerah (PAD) dari pajak hiburan yang kian merosot. Pemda Lobar pun dinilai mematok target terlalu tinggi, mengingat dari target Rp4,8 miliar, PAD dari pajak hiburan tersebut sampai Juli ini baru mencapai 40 persen.
Anggota DPRD Lobar, Jumahir menilai rendahnya capaian pajak hiburan itu lantaran pemda memasang pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) yang terlalu tinggi. “Mestinya penerapan (peningkatan PBJT) tersebut dilakukan secara bertahap. Tidak serta merta langsung menarik dari nominal tinggi 40 persen. Kan pasti ada range dari 10 persen sampai 40 persen itu,” ketus Jumahir, saat dimintai tanggapan, Rabu (31/07/2024).
Menurutnya, tidak semestinya pemda langsung memberlakukan PBJT itu kepada pelaku usaha hiburan. Terlebih dengan kondisi kawasan wisata Senggigi yang saat ini tengah mencoba untuk bangkit kembali, setelah dihantam gempa Lombok di 2018 lalu dan dampak pandemi Covid-19 belum sepenuhnya hilang. “Jangan-jangan kita terlalu mematok langsung 40 persen, tapi pengunjungnya sedikit, dan memberatkan,” kritik politisi Golkar asal Narmada ini.
Jumahir menyarankan agar sebaiknya PBJT itu mulai ditarik dari angka minimum. Karena menurutnya lebih baik tarif yang dikenakan rendah, tetapi pengunjung tetap ramai. Daripada mematok harga tinggi, namun pengunjung menjadi sepi bahkan hilang. “Secara analisa ekonomi untuk pengejaran target akan lebih berpotensi. Dibandingkan mematok tinggi tapi pemanfaat jasa itu tidak ada,” jelasnya.
Tingginya tarif pemungutan PBJT itu dinilai berimbas kepada kenyamanan penyedia layanan jasa hiburan itu sendiri. Sehingga berpotensi berakibat pada terputusnya minat penyedia jasa yang baru untuk membuka lagi di wilayah Lobar. “Ini kan minatnya menjadi tertutup. Menjadi kewajiban pemda untuk menumbuhkembangkan ekonomi ini. Karena menjadi salah satu ruang penyerapan tenaga kerja,” tegasnya.
Lebih lanjut Jumahir menjelaskan, dalam penyusunan target PAD, seluruh OPD penghasil PAD diminta untuk menyiapkan data yang akurat. Tujuannya untuk mengantisipasi kesiapan OPD dalam merealisasikan target PAD dengan potensi yang tidak sesuai.
Dalam perencanaan tersebut juga ada tiga prinsip yang diterapkan. Pertama, target PAD harus direncanakan, terukur, dan terkendali. “Sebab kalau besar saja masuk, kalau tidak bisa kita kendalikan juga nanti kebocoran dari mekanisme pungutan,” imbuhnya.
Sehingga tidak serta merta regulasi yang diberlakukan pemerintah pusat tersebut langsung diterapkan di daerah tanpa melalui pertimbangan, yang kemudian langsung mengkalkulasikan target PAD dengan angka tertinggi. “Potensi yang lama kita kalikan 40 persen, tidak seperti itu. Harus ada pertimbangan lain seperti yang saya ungkapkan tadi. Itu harus jadi perhatian pemda,” tandasnya.
Sebelumnya, Penjabat (Pj) Sekda Lobar, Fauzan Husniadi memang mengakui PAD pada semester pertama tahun ini baru mencapai 46,8 persen. Kemudian PAD dari pajak hiburan menjadi realisasi paling rendah. “Target memang terlalu tinggi di sana (pajak hiburan),” ungkapnya saat dikonfirmasi belum lama ini.
Namun, Fauzan mengatakan bahwa target PAD hiburan tersebut sudah sesuai dengan rekomendasi BPK. Dan Pemda Lobar juga sudah merasionalisasikan besaran target PAD dengan potensi hiburan yang ada. “Jadi sekarang tidak ada kata tidak berhasil dengan target yang sudah ditetapkan,” harapnya.
Sehingga dia menyebut tidak ada penurunan atau pengurangan target PAD pada hiburan ini. Meski banyak yang menilai bahwa target tersebut terlalu tinggi. Namun itu dianggapnya sudah sesuai dengan potensi yang ada. “Tidak ada (penurunan target),” tutupnya singkat. (yud)