23.8 C
Mataram
Jumat, 18 Juli 2025
BerandaLombok BaratDewan Minta Pemda Lobar Fokus Dampingi Korban "Walid” Gunungsari

Dewan Minta Pemda Lobar Fokus Dampingi Korban “Walid” Gunungsari

Lombok Barat (Inside Lombok) – Merespon kasus “Walid” oknum pimpinan pondok pesantren (ponpes) di wilayah Gunungsari yang diduga mencabuli puluhan santriwatinya, kalangan dewan di DPRD Lombok Barat (Lobar) meminta agar pemerintah daerah (pemda) juga fokus memberikan pendampingan terhadap korban dan keluarga. Wakil Ketua I DPRD Lobar, Tarmizi menyebut kembali mencuatnya kasus asusila di lingkungan ponpes di Lobar perlu mendapat perhatian serius dari semua pihak.

“Kalau kami, bukan hanya pada level bagaimana menyikapi langkah hukum yang harus diambil secara konkret, tetapi sebenarnya yang paling penting yang harus segera disikapi adalah upaya pendampingan terhadap korban dan keluarga korban,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPD Nasdem Lobar ini, Selasa (29/04/2025).

Menurutnya, jika kasus tersebut telah berproses secara pidana, maka itu sudah bukan lagi tupoksi DPRD atau pemda, melainkan Aparat Penegak Hukum (APH). Namun, Pemda Lobar harus berusaha mencari solusi agar anak-anak yang menjadi korban bisa kembali menjalani kehidupan yang normal seperti anak-anak lainnya. “Semacam trauma healing, termasuk juga jaminan pendidikannya harus jelas. Untuk itu kita menekankan upaya apa yang harus dilakukan oleh Pemda Lobar,” tegasnya.

Terkait rencana pembentukan Satuan Tugas (Satgas) pengawasan ponpes, Tarmizi menyatakan pada prinsipnya rencana tersebut baik dan bisa dikatakan sebagai salah satu langkah kongkret dari Pemda Lobar untuk terus melakukan proses pengawasan. “Dalam hal ini banyak yang harus dijadikan pertimbangan. Misal efektivitas pengawasannya seperti apa, mekanisme pola pengawasan itu seperti apa, serta garis koordinasi dengan Departemen Agama (Kemenag, Red) selaku pihak yang menaungi Ponpes di wilayah ini,” terangnya.

Dia juga menilai perlu adanya semacam evaluasi dan menyiapkan pola tata kelola ponpes di Lobar, agar kejadian serupa tidak terulang lagi dikemudian hari. “Tentunya memang dalam hal ini kalau misalnya, di situ (ponpes, Red) ada santri putri dan putra, seharusnya sudah dipersiapkan bagaimana caranya dikelola secara terpisah agar tidak gampang berinteraksi,” sarannya.

Karena sesuai dengan ajaran agama, kata dia, baiknya kalau santri putri harusnya diurus juga oleh pengelola perempuan. “Karena yang namanya syahwat ini alamiah. Karena di depannya seolah-olah sejuk, seolah-olah baik, tetapi kita tidak tahu niat hati seseorang. Sekuat apapun benteng imannya, dalam hal-hal tertentu ada kalanya bisa terdorong dan terjebak pada hal yang tidak baik,” bebernya.

Terkait maraknya pendirian lembaga pendidikan di Lobar, politisi asal Sandik ini menyatakan bahwa keberadaan lembaga pendidikan telah sesuai jaminan Undang-Undang. Menurutnya, hak dasar warga negara adalah mendapat pendidikan. Hal itulah kemudian membuat pemerintah lebih mudah untuk memberi ruang bagi masyarakat untuk mendirikan lembaga pendidikan.

“Sebenarnya itu tidak bisa disalahkan. Hanya saja memang lebih pada persoalan spek atau syarat yang harus dipenuhi yang paling utama. Jadi kami minta pemerintah harus selektif untuk memberikan izin,” pesannya. (yud)

- Advertisement -


Berita Populer