Lombok Barat (Inside Lombok) – Kalangan DPRD Lombok Barat (Lobar) mengusulkan agar pemda setempat menerbitkan moratorium atau penangguhan sementara untuk izin aktivitas retail modern yang kian menjamur di kabupaten tersebut. Pasalnya, keberadaan retail modern ini dianggap tidak memiliki manfaat yang signifikan bagi masyarakat dan daerah.
Bahkan keberadaan berbagai retail modern yang kian menjamur di berbagai wilayah di Lobar itu justru dinilai unfaedah. Hal itu disampaikan oleh anggota Komisi II DPRD Lobar, Munawir Haris usai mengikuti rapat Komisi dengan sejumlah Kepala OPD terkait.
Menurutnya, keberadaan retail modern di Lobar sudah lepas dari kesepakatan awal. Di mana dalam beberapa kesepakatan yang sudah dibuat antara Pemda Lobar dengan pihak retail modern antara lain, menampung 20 persen hasil UMKM warga Lobar. Kemudian juga mempekerjakan masyarakat setempat, serta jumlah yang retail yang tidak terlalu banyak.
Namun saat ini, jumlah retail modern di Lobar disebutnya sudah mencapai 100 unit lebih. “Terus manfaatnya apa? menurut kacamata kami (legislatif, Red) keberadaan retail modern itu justru mematikan pedagang kecil yang ada di sekitar itu. Mohon maaf mematikan pedagang kecil,” kritik politisi PAN yang akrab disapa Cawing itu, Rabu (20/11/2024).
Atas dasar itu, pihaknya mengusulkan supaya Pemda Lobar mengeluarkan moratorium perizinan agar retail modern tidak semakin menjamur. “Caranya, pihak pemda dalam hal ini Dinas Perindustrian dan Perdagangan Lobar (Disperindag) tidak memberikan rekomendasi terhadap pengajuan pembangunan retail modern,” tegasnya.
Selain Disperindag, dirinya juga menyarankan agar Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Lobar tidak memberikan izin lagi kepada retail modern tersebut. Karena dinilai sudah sangat merugikan masyarakat Lobar.
“Yang paling miris adalah, dulu kita sudah bersepakat agar 20 persen dari produk UMKM masyarakat Lobar bisa masuk ke retail modern. Tapi nyata dan faktanya, saya lihat tidak ada,” tukas politisi asal Kuripan ini.
Soal pekerja atau karyawan, kesepakatan serupa juga telah dibuat. Yakni ketika ada retail modern, paling tidak yang bekerja di sana adalah masyarakat setempat. “Begitu lagi kita cek, nyata dan faktanya hanya satu atau dua lah masyarakat yang menikmati daripada retail modern ini. Ini yang saya sesalkan dan sayangkan,” ketusnya.
Pihaknya berharap agar Pemda Lobar tidak lagi menerbitkan rekomendasi untuk izin pembangunan retail modern lagi di Lobar. “Moratorium lah, seperti moratorium izin minuman beralkohol. Kalau itu ada moratorium, maka tidak lagi ada izin. Bila perlu, kalau ada yang melanggar Perda dengan tidak memasukkan produk UMKM, tenaga kerja tidak masuk, dan seterusnya. Kita minta izinnya di stop atau ditutup,” tegasnya.
Dia menambahkan, soal turunnya moratorium tersebut, maka itu sudah menjadi kewenangan Pemda dalam hal ini Kepala Daerah atau Pj Bupati Lobar. “Kalau Unfaedah, menurut saya retail modern ini lebih baik di stop saja,” tandasnya.
Pihaknya pun berencana untuk segera memanggil para petinggi retail-retail modern yang ada di Lobar tersebut.
Sementara itu, Kepala Dinas Perindag Lobar, Maksum mengaku bahwa hingga saat ini ada sekitar 111 retail modern yang sudah berdiri di Lobar. “Dalam regulasi yang ada, dalam klausul jumlah retail modern tidak ada ditentukan jumlahnya per-kecamatan,” jelasnya.
Menurut dia, dalam aturan itu tidak ada disebutkan jumlah retail modern itu tidak boleh lebih dari dua. Kecuali yang ada di kawasan pariwisata, seperti Kecamatan Batulayar dan Sekotong. “Yang boleh lebih dari itu wilayah penyangga pariwisata seperti Gunungsari dan Lembar,” paparnya.
Dan untuk keberadaan retail modern itu, pihaknya akan mempelajari, kemudian mengatur strategi agar retail-retail itu tidak semakin menjamur dan melanggar aturan yang sudah ada. “Kami akan pelajari dan mengatur strategi agar tidak menjamur,” tutup Maksum. (yud)