Lombok Barat (Inside Lombok) – Jika tak segera melaporkan regulasi mengenai luasan lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) dan kawasan pertanian pangan berkelanjutan (KP2B) ke pemerintah pusat, Pemda Lobar terancam tidak akan menerima dana bantuan dari pusat. Karenanya, pembahasan mengenai RTRW dan batasan-batasan lahan yang menjadi LP2B dan KP2B ini pun dikebut.
Total luas lahan yang dilindungi itu pun sudah mulai disosialisasikan melalui konsultasi publik yang digelar bersama Dinas PU-TR dan pihak-pihak terkait, hingga perwakilan masyarakat, beberapa hari yang lalu. “Makanya saya mau segera melaporkan ini (jumlah LP2B) kepada pemerintah pusat,” ujar Kadis Pertanian Lobar, Damayanti Widyanigrum saat dikonfirmasi usai menghadiri konsultasi publik beberapa hari yang lalu.
Dari total 14.520 hektare lahan baku persawahan, Pemda Lobar menetapkan sebesar 12.331,55 hektare sebagai LP2B. Penetapan itu diakui Damayanti, sudah dituangkan melalui Surat Keputusan (SK) dan Peraturan Bupati (Perbup) Lobar terkait dengan LP2B.
Lahan yang masuk LP2B itu, disebutnya menyebar di 10 kecamatan di Lobar. Di mana yang terbesar ada di Kecamatan Sekotong, dengan luas 2.055 hektare. Kemudian di Kecamatan Gerung seluas 1.961 hektare, lalu di kecamatan Lembar sekitar 1.902 hektare. Kecamatan Narmada mencapai 1.800 hektare, kecamatan Kediri 1.183 hektare, Lingsar 1.169 hektare, serta di kecamatan Kuripan mencapai 1.019 hektare. Lanjut untuk kecamatan yang luas lahannya terkecil ada di Kecamatan Batulayar sekitar 110 hektare, Gunungsari sekitar 372 hektare, dan Labuapi 757 hektare.
“Yang jelas LP2B itu lahan produktif yang bisa dua kali tanam atau lebih,” terangnya. Selain itu, di juga mengatakan bahwa saat ini, Lobar masih memiliki lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan, seluas 793 hektare. Yang juga sudah sama-sama disetujui dengan kementerian ATR.
Damayanti menegaskan, lahan yang sudah ditetapkan menjadi LP2B tidak boleh dialihfungsikan. Bahkan, dirinya memastikan lahan yang masuk LP2B itu steril dari pengurusan izin pengembangan perumahan. “Itu sudah ditetapkan tidak boleh diutak-atik lagi. Kalau kami berikan rekomendasi alih fungsi, kami bisa dibui,” tegasnya.
Namun, kata dia, akan ada pengecualian jika lahan itu dialihfungsikan oleh pemerintah untuk fasilitas kepentingan umum. Tetapi tetap mesti sesuai ketentuan, yakni harus ada pengganti lahan beberapa kali lipat dari luas lahan LP2B yang dipergunakan tersebut. “Misalnya lahannya masuk kelas 1, kita harus ganti tiga kali lipat,” pungkasnya. (yud)