Lombok Barat (Inside Lombok) – Beberapa warga binaan di Lapas Kelas IIA Mataram yang ada di Kuripan diberikan ruang untuk berkreativitas, agar mereka dapat menyalurkan minat dan bakat mereka untuk hal-hal positif. Bahkan mereka mampu menghasilkan produk dengan nilai jual tinggi.
Husni, salah seorang penghuni Lapas asal Lingsar mengaku senang bisa diberikan ruang untuk mengasah bakatnya. Ia telah diberikan pelatihan untuk menggambar dan melukis, yang kemudian dijadikan motif batik produk asli dari Lapas Kelas IIA Mataram tersebut. Batik yang dibuatnya pun harganya mencapai ratusan ribu rupiah.
Husni mengaku, di sisa masa hukumannya yang tinggal 10 bulan lagi, ia merasa waktu berlalu lebih cepat dan pergantian hari tak lagi berat dirasa. Karena dirinya bisa menghabiskan waktu seharian untuk menggambar, kemudian akan istirahat saat tiba waktu salat.
“Tidak ada sebenarnya kita minta untuk diberi pelatihan desain (menggambar batik) ini. Tapi tiba-tiba dipanggil sama Pak Kalapas, disuruh ngumpul di Bengker (bengkel kreatifitas) ini, didatangkan pelatih dari Madura,” tuturnya, saat ditemui di sela-sela menggambar beberapa waktu lalu.
Selain diajarkan menggambar, mereka juga diberikan contoh kain batik yang sudah jadi. Sehingga membuat mereka semakin penasaran dan tertarik untuk berlatih dan menekuninya. Hingga sebulan berlalu, para warga binaan yang telah diberi pelatihan tersebut berhasil menciptakan produk sendiri.
“Kita belajar-belajar dari pihak canting, yang warnai, kita kolaborasi semua, ya akhirnya hasilnya begini. Kita jadinya tertarik juga untuk terus menggambar ke depannya,” ungkap pria berusia 52 tahun ini.
Walaupun awalnya mereka tak ada kemampuan sama sekali untuk bisa memproduksi batik, bahkan dari tahap menggambarnya. Namun, berkat ketekunan mereka, kini produk batik yang dihasilkan pun banyak peminatnya. “Dari awalnya nol (tidak memiliki kemampuan) akhirnya kita punya inspirasi sendiri untuk gambar, akhirnya terciptalah batik ini,” terangnya.
Setelah keluar dari Lapas nanti, Husni pun berencana akan menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah diperolehnya tersebut di kampung halamannya. Karena dia terlihat begitu antusias, menanti 10 bulan waktu kebebasannya.
“Insyaallah ada keinginan untuk saya kembangkan ini, kan ada dukungan nanti, siapa tau nanti ada dikasih sumbangan untuk buka lapangan kerja,” tuturnya.
Husni mengaku setelah diberi ruang untuk bekerja di bengkel kreasi itu, dirinya merasakan ada ketenangan. Bisa bergabung bersama rekan-rekannya, bersenda gurau untuk melepas jenuh dan kepenatan. Bahkan tak bisa disembunyikan, kebahagiaan begitu terpancar dari raut wajah mereka.
“Akhirnya kita dapat ketenangan bergabung sama teman-teman di sini, bercanda di sini. Akhirnya hukuman itu tidak terasa,” ujarnya haru.
Bahkan tak tanggung-tanggung, dalam sehari mereka bisa menghasilkan hingga dua atau tiga gambar batik dengan beragam motif. Sehingga perminggunya produk gambar yang dihasilkan kadang kali bisa tujuh hingga delapan.
“Sewaktu-waktu tidak terasa, kalau tiba waktu salat kita ke masjid. Selesai dari masjid kita ke sini lagi,” pungkasnya. (yud)