27.5 C
Mataram
Kamis, 19 September 2024
BerandaLombok BaratKondisi Pasar Seni Senggigi Kini, Pedagang yang Tersisa Hanya 50 Persen Saja

Kondisi Pasar Seni Senggigi Kini, Pedagang yang Tersisa Hanya 50 Persen Saja

Lombok Barat (Inside Lombok) – Dari 74 pedagang yang awalnya berjualan di Pasar Seni Senggigi, kini yang tersisa tinggal 50 persennya saja. Para pedagang yang bertahan pun berharap penataan Pasar Seni saat ini bisa disesuaikan dengan karakteristik para wisatawan yang berkunjung ke sana.

“Kan karakter tamu di sini mau lihat-lihat dulu, biasa lah window shopping dulu. Kalau setelah mereka sunsetan, makan, baru balik belanja,” tutur Koordinator Pedagang Pasar Seni Senggigi, Supratman Samsi saat ditemui di Senggigi, Jumat (23/08/2024).

Pihaknya berharap kepada pengelola Pasar Seni ke depannya bisa mengatur alur keluar dan masuk wisatawan. Agar penataannya lebih baik, sehingga keberadaan restoran, serta pedagang kuliner tradisional dan pengusaha art shop di sana bisa sama-sama merasakan dampak positifnya. Terlebih dalam master plan pembenahan Pasar Seni itu, nantinya di sana akan dibuatkan ampiteater sebagai ruang untuk atraksi hiburan ke depan.

“Kami juga berharap dibantu promosi, karena kita sekarang sedang dibangunkan amphitheater di sini. Itu jangan hanya dibangun dan ditinggal, tetapi dilanjutkan dengan atraksi-atraksi di sini yang kita harapkan,” ungkapnya.

- Advertisement -

Agar kunjungan ke Pasar Seni itu bisa kembali ramai, pihaknya juga sudah berkoordinasi dengan para travel agent. Agar mereka juga bisa mengarahkan wisatawan, untuk berkunjung ke sana setelah mereka berlibur dari gili.

Harapannya, Pasar Seni yang ada di jantung wisata Senggigi itu bisa hidup kembali. Terlebih setelah mati suri akibat gempa bumi pada 2018 silam. Kemudian diperburuk dengan Covid-19 yang membuat banyak pedagang di sana gulung tikar. Kondisi ini disebabkan karena sepinya kunjungan ke Pasar Seni Senggigi, dan para pedagang banyak yang tak mampu membayar sewa lapak.

Besaran biaya sewa itu disesuaikan dengan luas bangunan lapak yang mereka tempati. Ada yang mesti membayar dengan kisaran Rp15 – 27 juta per tahun. “Jadi penataannya harus tepat, supaya pedagang (art shop) hidup, restoran juga hidup. Jadi ada sustainable lah,” pungkas Supratman.

Hal senada juga diungkapkan oleh Fauzan, salah seorang pedagang yang sudah 24 tahun berjualan di Pasar Seni Senggigi. Dia dan para pedagang lainnya berharap, penataan Pasar Seni itu bisa segera rampung. Agar dampaknya bisa segera dirasakan para pedagang. “Saya jualan di sini dari tahun 2000, dari dulu sampai sekarang saya jualan handycraft,” tuturnya.

Kendati posisi lapaknya berada agak pinggir dan dirinya sudah merasakan dampak gempa, hingga Covid-19. Namun, diakuinya setiap hari tetap ada pembeli, walau tidak seramai dulu, saat sebelum gempa. “Mereka sudah tahu Pasar Seni ini, jadi tetap ada yang datang (belanja, Red). Tapi kalau standar pendapatan sehari, gak bisa kita sebutkan karena gak menentu,” bebernya.

Karena dia mengaku, terkadang dalam satu hari juga tak ada satupun pembeli. Namun, kadang juga banyak yang singgah dan membeli dagangannya. Sehingga Fauzan juga berharap, dengan dibenahinya Pasar Seni itu ke depan, Pemerintah bisa membantu untuk pengadaan atraksi seni dan budaya. Hingga promosi yang lebih optimal dari yang sebelumnya. “Yang tidak boleh dipisahkan sebenarnya art shop dengan restoran, tidak boleh berjarak. Jadi kami harapkan penataannya bisa disesuaikan,” tutupnya. (yud)

- Advertisement -


Berita Populer