27.5 C
Mataram
Minggu, 24 November 2024
BerandaLombok BaratPenanganan Pasar Karang Bongkot Dinilai Tak Perlu Tunggu APBD Perubahan

Penanganan Pasar Karang Bongkot Dinilai Tak Perlu Tunggu APBD Perubahan

Lombok Barat (Inside Lombok) – Sepekan berlalu sejak kebakaraan Pasar Karang Bongkot, Labuapi, Lombok Barat (Lobar). Para pedagang di pasar itu masih menunggu kepastian ke mana mereka akan direlokasi sementara, dan kejelasan soal penanganan lapak mereka yang hangus dilalap si jago merah.

Untuk bisa berjualan, para pedagang yang terdampak kebakaran pun membuat lapak seadanya di halaman tempat parkir loss Pasar Karang Bongkot. Berjualan harus tetap dilakukan, karena setoran pinjaman modal yang mereka di bank harus selalu dibayar setiap hari.

Melihat situasi itu, Wakil Ketua I DPRD Lobar, Nurul Adha meminta agar Pemerintah Daerah (Pemda) Lobar bisa bergerak cepat melakukan penanganan dan memberikan perhatian kepada para pedagang. “Ini kan termasuk kejadian bencana. Masyarakat dan para pedagang pasti tidak menduga adanya kebakaran,” ujarnya saat ditemui di ruangannya beberapa hari lalu.

Dia menilai, seharusnya OPD terkait bisa bergerak cepat untuk memberikan penanganan setelah melakukan pendataan. “Harapannya harusnya sudah ada bantuan, berapa hari setelah musibah kebakaran,” lugas dewan dapil Kediri-Labuapi ini.

Perempuan yang akrab disapa Umi Nurul ini menilai seharusnya Pemda Lobar dapat juga memberi perhatian, termasuk dengan membebaskan biaya retribusi para pedagang yang menjadi korban kebakaran. “Mungkin dengan membebaskan retribusi pasar, ini bagian dari cara membantu para pedagang,” jelasnya.

Penanganan cepat disebutnya bisa dilakukan jika Pemda Lobar mau memanfaatkan anggaran belanja tidak terduga (BTT) yang ada. Sehingga penanganan Pasar Karang Bongkot pasca kebakaran lalu tidak harus menunggu APBD Perubahan.

“Jangan menunggu di APBD perubahan. Ini bencana, seharusnya pedagang ada menerima bantuan,” tegas politisi perempuan dari PKS ini.

Terpisah, salah satu pedagang di Pasar Karang Bongkot, Misnah mengaku terpaksa menghabiskan uang pribadinya untuk bisa membangun lapak sementara berukuran 5×2 tempat ia berjualan pasca kebakaran. Dengan lapak itu, ia pun sudah mulai kembali berjualan di halaman parkir pasar tersebut.

“Habis sekitar Rp1 jutaan buat lapak ini, ini pun apa adanya. Saya pakai terpal atapnya, yang penting tidak panas dan kena hujan,” tutur Misnah. Saat kebakaran, barang dagangannya ikut hangus terbakar dan tak bersisa.

Sehari-harinya Misnah berjualan sembako dan bumbu dapur. Sehingga jika tidak segera berjualan, ia mengaku tak akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarganya. Termasuk harus membayar setoran pinjaman modal yang sudah dibelanjakan. Karena ia harus memasukkan setoran setiap hari kepada bank tempatnya meminjam.

“Kalau tidak jualan, apa saya pakai bayar setoran modal yang saya pinjam,” keluhnya. Misnah pun sangat berharap agar Pemda Lobar bisa memberikan kompensasi kepadanya dan rekan-rekan sesama pedagang yang menjadi korban dalam musibah kebakaran tersebut. “Harapan kita mudahan ada bantuan dari pemerintah,” pungkasnya.

Kisah yang sama juga dituturkan Udin, bahwa ia dan rekan pedagang lainnya yang menjadi korban kebakaran Pasar Karang Bongkot baru mulai berjualan lagi. Mereka menggunakan lapak sederhana yang telah mereka buat seadanya.

“Tadi pagi jualan, tapi belum ada atapnya, ini sedang kita buatkan biar tidak panas dan kena hujan,” ujar Udin. Untuk membangun lapak ia harus mengeluarkan modal besar, baik untuk keperluan penyediaan lokasi jualan maupun barang-barang yang hendak dijual.

Udin dan istrinya berjualan sembako serta beberapa kebutuhan dapur. Seperti ikan teri, kacang-kacangan, dan lain sebagainya. Dirinya mengaku tak pernah menyangka peristiwa nahas itu akan terjadi. Karena seluruh barang dagangannya yang ada di dalam kios tak bisa diselamatkan.

Agar bisa berjualan kembali, ia harus kembali meminjam modal untuk memberi barang dagangan yang baru. “Ini saja kita minjam lagi untuk modal dan buat lapak,” tutup Udin. (yud)

- Advertisement -

- Advertisement -

Berita Populer