Lombok Barat (Inside Lombok) – Potensi perkebunan kapas di Dusun Gumisa, Desa Giri Tembesi Gerung yang begitu besar, mencapai kurang lebih sekitar 300 hektare. Membuatnya dilirik untuk menjadi penghasil bahan baku sandang oleh para pelaku industri fesyen, untuk ajang-ajang bergengsi, seperti Indonesia Fashion Week.
Kepala Dinas Pertanian (Kadistan) Lobar, Damayanti Widyaningrum menuturkan sebagian wilayah Lobar memang memiliki potensi perkebunan kapas yang cukup besar. Beberapa daerah penghasil kapas itu diantaranya ada di Desa Kebon Ayu, Lembar, Sekotong dan Giri Tembesi.
“Untuk lahan kapas yang berpotensi paling besar itu yang ada di Desa Giri Tembesi ini, luasnya kurang lebih 300 hektare. Sedangkan untuk keseluruhan potensi lahan kapas yang ada di Lobar sekitar 500 hektare,” terang Damayanti saat mengikuti panen kapas di Gumisa, beberapa waktu lalu.
Terkait dengan potensi hasil tanam kapas itu sendiri, dia mengaku jumlahnya bisa mencapai sekitar 500 sampai 700 kilogram per hektare. Dengan harga saat ini berkisar sekitar Rp15 ribu per kilogram kapas. “Tetapi bisa juga 1,2 ton per hekatre. Kami (Lobar, Red) pernah mencapai itu. Tapi sekarang rata-rata sekitar 500 sampai 700 kilogram itu,” terangnya.
Bahkan walaupun dengan kondisi cuaca yang saat ini bisa dikatakan tak menentu, walau sudah memasuki musim kemarau namun juga kadang masih turun hujan. Damayanti menilai itu tak terlalu berpengaruh terhadap pertumbuhan kapas. Karena memang kapas juga tanaman yang tidak terlalu membutuhkan banyak air. “Jadi gampang pemeliharaannya,” tambahnya.
Walau pihaknya juga tak bisa memungkiri, yang kerap kali menjadi keluhan para petani kapas di Gumisa adalah kurangnya pasokan air saat musim kemarau tiba. Karena memang, kata dia, Desa Giri Tembesi masuk dalam wilayah tadah hujan. Yang kemudian membutuhkan bantuan pengairan baik dengan embung, sumur bor, maupun irigasi tanah dangkal. “Kalau disini memang terkendalanya air saja. Jadi hanya mengandalkan hujan.Itu nanti akan dibantu pompanisasi,” terang perempuan berhijab ini.
Lebih jauh, Damayanti menuturkan bahwa dulunya pada tahun 2019, hampir seluruh hasil perkebunan kapas para petani di Lobar dikirim ke Bali. Lantaran mereka belum memiliki alat pemintal untuk membuatnya menjadi benang. Lalu setelah dikirim ke Bali, para penenun justru malah harus membeli kembali benang dari hasil produksi kapas mereka sendiri.
Sehingga dengan adanya rumah kedaulatan sandang, yang telah diresmikan di Dusun Gumisa, Desa Giri Tembesi, Gerung ini diharapkan bisa lebih membantu industrialisasi perkapasan. Mulai dari panen kapas, proses pemilahan bunga dan biji kapas, kemudian proses pemintalan menjadi benang, hingga kemudian ditenun menjadi sebuah produksi sandang.
Bahkan, karena target penjualan produksi kapan di Gumisa adalah para pelaku industri fesyen. Maka, para petani di sana bertahan untuk menanam kapas organik. Karena banyak diminati untuk menjadi bahan sandang dengan kualitas tinggi dan harga yang cukup fantastis. Kendati proses perawatan kapas organik tentu tidak semudah kapas anorganik. “Intinya kami mengharapkan petani ini nantinya sejahtera, dan kedaulatan sandang bisa tercapai,” pungkas Damayanti.
Bahkan pihaknya juga berencana untuk mendaftarkan varietas kapas Lobar ke Kementerian Pertanian RI, agar memiliki lisensi resmi. Sehingga nantinya ke mana pun kapas hasil produksi petani Lobar, namanya akan tetap sama. (yud)