Lombok Tengah (Inside Lombok) – Masyarakat Desa Karang Sidemen, Batukliang Utara, Lombok Tengah (Loteng) bersama Pengurus Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Nusa Tenggara Barat (NTB) mendatangi Kantor Bupati Loteng untuk mempertanyakan keseriusan Tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) dalam menyelesaikan sertifikat hak milik (SHM) di lahan bekas Hak Guna Usaha (HGU) PT Tresno Kenangan seluas 182 hektare. Direktur Walhi NTB, Amry Nuryadin mengatakan persoalan tersebut juga menjadi perhatian WALHI pusat sehingga pihaknya juga terus mendampingi masyarakat untuk meminta tim GTRA Loteng mempercepat prosesnya.
“Kalau ada prediksi ini diselesaikan tahun 2025 dari Pak Kantah, itu kembali kepada kewenangan kementerian, kalau misalnya kementerian ATR/BPN minta dipercepat ya kan harus dipercepat,” katanya, Senin (13/5) di Praya.
Dijelaskan, bahwa persoalan agraria ini merupakan persoalan lama yang menjadi pekerjaan rumah di Badan Pertanahan Nasional. Padahal persoalan pembagian eks HGU di Desa Karang Sidemen itu diklaim sudah melalui proses dan sudah selesai. “Pengukuran sudah dilakukan, I4PT sudah dilakukan, Verifikasi oleh kementerian pun sudah dilakukan berkali-kali makanya tidak ada halangan,” katanya.
Menurutnya, proses pengesahan dari tim GTRA ini membutuhkan waktu yang cukup sehingga masyarakat bisa mengelola bekas HGU tersebut. Kendati demikian pihaknya meminta untuk memberikan pengakuan terhadap perjuangan masyarakat itu.
Dikatakan, warga di Desa Karang Sidemen sudah mengajukan semua tahapan hingga ke tingkat Kementerian ATR/BPN untuk mengelola tanah seluas 182 hektare. “Dari 182 hektare itu diajukan untuk pemanfaatan untuk menjadi hak milik itu sekitar 152 hektare, itu untuk sekitar 520 KK yang ada di 14 dusun,” imbaunya.
Sisa lahan itu kemudian masuk wilayah konservasi karena ada wilayah aliran sungai yang harus di sisakan sebagai wilayah konservasi. “Sisanya itu kan ada wilayah-wilayah yang harus dilindungi, ada mata air di sana,” tandasnya.
Sementara itu, Kepala BPN Loteng Subhan, mengatakan secara prinsip pihaknya menyampaikan hasil rapat tim GTRA bahwa dari luas tanah itu yang harus diakomodir itu dari empat kepentingan. “Pertama bank tanah, pemerintah daerah, atau bekas pemilik (pengelola, Red) sama masyarakat,” katanya.
Dijelaskan, bahwa pihaknya diminta oleh kementerian terkait untuk tidak melakukan proses apapun atas lokasi tersebut sampai dengan prosesnya clear and clean. “Nanti akan ada tahap kedua lagu untuk rapat dengan tim GTRA provinsi, temen-temen Kanwil BPN sudah lakukan koordinasi dengan Pemprov, baru setelah itu pengambilan kebijaksanaan di kementerian,” imbaunya. (fhr)