Lombok Tengah (InsIde Lombok) – Pro kontra soal keberadaan grup musik kecimol terus bergulir. Meski salah satu cabang kesenian modern ini tanpa disadari telah memberikan kontribusi kepada daerah lewat terbukanya lapangan pekerjaan bagi anggotanya, citra negatif yang muncul dari grup kecimol juga sulit dihindari.
Bupati Loteng, Lalu Pathul Bahri mengatakan posisi pemerintah daerah saat ini sangat dilematis. Ia menilai keberadaan kecimol tak bisa dilihat dari satu sisi saja, sehingga diperlukan awik-awik atau aturan yang bisa membuat atraksi kelompok itu lebih rapi dan mengurangi citra negatifnya.
“Karena di sisi lain, kecimol ini saya anggap seperti UMKM. Berapa orang yang bisa dapat makan, yang pemerintah juga belum tentu juga bisa memberikan makan dari sana?” kata Pathul kepada Inside Lombok, Jumat (26/1/2024) di ruang kerjanya.
Dikatakan, pihaknya juga telah bertemu dengan Pengurus Asosiasi Kecimol (AK) NTB untuk berdiskusi soal aturan tersebut. Ia menyebut bahwa mereka sudah siap membuat aturannya. “Kecimol ini besar, banyak di mana-mana. Pertanyaan, kalau awik-awik yang dibuat oleh mereka ini bagus, kenapa tidak kita biarkan agar tidak membuat keributan,” bebernya.
Diakui, memang di beberapa desa bahkan keberadaan kecimol sudah dilarang. Meski begitu Pathul menilai seharusnya berbagai pola yang digunakan grup kecimol yang dianggap keliru maka penting untuk diluruskan bersama. Sehingga, keberadaan kecimol ini dapat tetap eksis tapi tidak membuat kemacetan hingga menjadi pemicu kegaduhan. “Bukan soal saya memihak, tapi harus didiskusikan ini. Mana lebih besar mudharat dan manfaatnya, dari macam sisi,” tandasnya.
Sementara itu, pemerhati kesenian musik Sasak, Lalu Gitan Prahana mengatakan kecimol telah merubah tradisi sasak dengan fungsinya sebagai musik pengiring dalam tradisi nyongkolan. “Jika berbicara dalam terminologi musik tradisi, jelas kecimol bukan musik tradisi Sasak. Itu adalah budaya baru. Jadi, janganlah mencoba dibenturkan dengan alasan ini adalah budaya kita,” jelasnya.
Di sisi lain, Gitan mengakui kecimol adalah salah satu bentuk kesenian modern yang berhak dilakukan atas dasar kebebasan berekspresi. “Sebagai produk kesenian, tentu tak ada yang salah soal kebebasan berekspresi. Namun kita lupa, bahwa di atas itu, ada moral dan etika sebagai wujud dari kesatuan nilai seni itu sendiri,” tegasnya.
Bahkan kata Gitan, jika mengerucut bagaimana konsep seni dalam tradisi Sasak, terdapat dua konsep yaitu semaiq dan paut atau kesederhanaan dan kepantasan. Pada konsep semaiq mengandung makna, tidak mengada-ada, tidak berlebihan tetapi dapat dinikmati dan dimaknai. Sementara konsep paut mengandung pengertian nilai-nilai kejujuran dalam berekspresi, realistik, karya yang sejalan dengan norma sosial maupun susila. (fhr)