Lombok Timur (Inside Lombok) – Presiden Indonesia, Joko Widodo telah meresmikan pemberlakuan penghapusan tenaga honorer di 2024 mendatang. Sebelumnya penghapusan tersebut dicanangkan berlaku pada November 2023 ini, tapi mengalami penundaan.
Penghapusan tenaga honorer itu mengikuti ditandatanganinya UU Nomor 20/2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang diteken oleh Presiden Joko Widodo pada 31 Oktober lalu. Menanggapi hal tersebut, Penjabat Bupati Lombok Timur (Lotim), M. Juaini Taofik mengatakan saat ini pihaknya masih menunggu reposisi dari pemerintah pusat.
Mengikuti aturan itu, tidak ada lagi pengangkatan tenaga honorer nantinya. Namun juga telah diatur bahwa tenaga honorer yang sudah ada tidak dirumahkan. “Nantinya selesai pengangkatan PPPK kita bicara terkait bagaimana status, bagaimana mendayagunakan tenaga honorer yang sudah ada. Tapi juga kebijakan pusat untuk tidak merumahkan mereka (honorer),” terangnya, Kamis (09/11/2023).
Juaini sendiri menegaskan kebijakannya itu nantinya akan diselaraskan dengan kebijakan pemerintah pusat terkait dengan bagaimana nasib tenaga honorer ke depannya. Ia sendiri saat ini masih memikirkan nasib tenaga honorer yang sudah ada khususnya dalam sektor kesehatan dan pendidikan.
“Jujur saja guru dan di bidang kesehatan ini kita masih sangat membutuhkan dan bahkan kekurangan jika dilihat dari rasio jumlah penduduk,” tuturnya. Juaini juga mengakui bahwa beberapa guru honorer masih menumpuk pada salah satu sekolah, dan bahkan perawat juga selalu menginginkan tempat yang dekat dari rumahnya.
Maka dari itu, ia mendirektif Kepala BPKSDM untuk mendayagunakan tenaga honorer yang sudah ada agar lebih efektif. “Saya sudah direktif Kepala BKPSDM supaya lebih berdaya guna dan pendekatan yang lebih efisiensi, maka tenaga honorer ditempatkan ke lokasi yang membutuhkan walaupun jauh dari tempat tinggalnya,” tegasnya.
Jika para tenaga honorer menolak untuk dilakukan relokasi ke tempat yang lebih membutuhkan dan mundur karena alasan tempat tinggalnya jauh, maka hal itu bukan menjadi sebuah permasalahan Pemda karena sudah termasuk mengundurkan diri dan tidak dirumahkan.
“Kalau mereka mundur karena alasan rumahnya jauh tentu itu salah mereka karena tidak mengikuti kebijakan, jika mereka mau ya silahkan. Yang jelas kita tidak merumahkan melainkan kebijakan itu untuk mengatur kembali penempatan agar lebih efisien,” pungkasnya. (den)