Lombok Timur (Inside Lombok) — Bupati Lombok Timur (Lotim), Haerul Warisin menegaskan warga miskin, terutama yang masuk kategori miskin ekstrem, tidak seharusnya dibebani pajak. Hal ini disampaikannya dalam rapat bersama Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Lombok Timur pada Rabu (16/7/2025), menyikapi proses penarikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) oleh Tim Operasi Pajak Daerah (Opjar).
Dalam arahannya, Haerul menekankan prinsip keadilan dalam pemungutan pajak, terutama bagi warga yang secara nyata tidak mampu membayar. Ia meminta petugas di lapangan untuk bersikap bijak dan tidak memaksakan penagihan kepada masyarakat yang memang tidak memiliki kemampuan ekonomi.
“Kalau petugas datang dan masyarakat bilang, ‘Saya tidak punya uang, rumah saya pun reyot’, maka jangan dipaksakan membayar. Apalagi hanya Rp10 ribu atau Rp15 ribu, tidak usah ditarik,” tegasnya. Bupati juga menginstruksikan agar Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT) tidak diberikan kepada warga yang benar-benar miskin.
Hal itu bukan hanya bentuk pembebasan sementara, tetapi juga sebagai bukti administratif bahwa warga tersebut memang masuk dalam kategori miskin atau miskin ekstrem. Namun, ia menekankan bahwa kondisi kemiskinan itu tetap harus diverifikasi secara langsung oleh petugas di lapangan. “Jangan hanya dari pengakuan. Harus dilihat dan disaksikan langsung. Ini penting sebagai acuan kebijakan daerah,” ujarnya.
Lebih lanjut, Bupati berharap Tim Opjar tetap menjalankan tugasnya dengan penuh semangat dan tanggung jawab, khususnya dalam mengejar realisasi target pajak yang merupakan bagian dari pendapatan daerah. “Penarikan ini tetap penting untuk pembangunan, tapi jangan abaikan rasa keadilan dan empati pada rakyat kecil. Petugas harus bisa memilah mana yang wajib bayar, mana yang perlu dibantu,” tutupnya. (den)