Lombok Timur (Inside Lombok) – Pemerintah Daerah (Pemda) Lombok Timur (Lotim) telah mengalokasikan anggaran senilai Rp99 miliar untuk jaminan kesehatan masyarakat melalui kepesertaan BPJS Kesehatan. Namun Bupati Lotim menilai data masyarakat dalam tingkat keaktifan BPJS Kesehatan masih jauh dibandingkan tingkat kepesertaan.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Lombok Timur, Sateriadi mengatakan pihaknya sudah tidak punya akses ke data pribadi untuk melakukan perbaikan data sementara yang minta diproses lumayan banyak. Sehingga ia akan bersurat ke pusat untuk perbaiki data yang tertera dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS).
“Saya belum konfirmasi lagi ke teman-teman, apakah sudah selesai di pusat atau belum,” ungkapnya, Selasa (20/05/2025). Dikatakan Sateriadi, Jika terdapat data yang bermasalah, Dinas Sosial yang akan langsung konfirmasi ke pusat. Namun jika jumlahnya hanya berkisar di bawah sepuluh, maka pihaknya dapat langsung memperbaiki data adminduk masyarakat.
Rencananya ke depan, ia menginginkan adanya semacam Standar Operasional Prosedur (SOP) secara kolaboratif. Sehingga nantinya tidak perlu menunggu ada masalah terlebih dahulu baru dilaporkan, sebab tidak hanya Disdukcapil yang terlibat melainkan semua Organisasi Pimpinan Daerah (OPD) yang terkait. “Jadi tidak hanya Disdukcapil, tapi juga desa dan semua yang terlibat,” katanya.
Disebutkannya, awalnya Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang digunakan dalam acuan penerimaan bantuan sosial masyarakat terdapat usulan yang tidak menggunakan NIK dari Disdukcapil. Sehingga dari sisi sektornya yang aktif memverifikasi data masyarakat yang terdata dalam DTKS yakni dari pihak desa. “Seharusnya sisi sektor itu yang paling aktif memverifikasi datanya, jangan hanya pada saat ada masalah baru dilimpahkan ke Disdukcapil,” ungkapnya.
Ia berharap ke depan ada semacam SOP kolaboratif sehingga sifatnya tidak menyelesaikan masalah per masalah, melainkan dapat menyelesaikannya secara menyeluruh dan berkelanjutan.
“Ketika desa tidak melaporkan yang meninggal, jadi TKI, ya kan datanya tetap aktif dan terus biaya BPJS-nya ditanggung oleh pemerintah padahal orangnya sendiri tidak ada. Kami tidak tahu apa yang ada di bawah,”jelasnya.
Ia menyoroti dari sisi administrasi, pihaknya sudah mempunyai MoU dengan semua desa bahwa setiap yang meninggal dan keluar negeri untuk dilaporkan. Namun dalam pelaksanaannya jarang sekali pihak desa melaporkan hal itu, sehingga sampai saat ini masih banyak kepesertaan BPJS Kesehatan dibayarkan oleh pemerintah terutama melalui PBI APBD Lotim.
“Coba hitung misalkan berapa PMI yang di luar negeri lebih dari setahun, tetapi datanya masih aktif dan terbayarkan. Coba rata-ratakan setiap desa misal ada 10 orang, sudah berapa uang negara yang hilang dan seharusnya didapatkan oleh orang yang lebih membutuhkan,” paparnya.
Diharapkan pihak desa lebih aktif dalam pelaporan warga yang meninggal dan keluar negeri. Sehingga begitu ada laporan dapat segera dilakukan perbaikan dalam DTKS-nya dan di non-aktifkan BPJS-nya agar dapat dilimpahkan ke yang lain dan tidak menyebabkan pembengkakan anggaran. “Pihak desa bagaimana caranya agar secara berkelanjutan, karena kalau sekedar MoU ternyata itu tidak bisa. Itu yang kita coba cari solusinya,” pungkasnya. (den)

