Lombok Timur (Inside Lombok) — Kejaksaan Negeri (Kejari) Lombok Timur (Lotim) memantau persoalan keterlambatan pembayaran Jasa Pelayanan (Jaspel) di RSUD dr. R. Soejono Selong yang belum dibayarkan untuk periode Juni hingga Agustus 2025. Kepala Kejari Lotim, Hendro Wasisto, menyatakan isu tersebut menjadi perhatian lembaganya karena berkaitan dengan potensi penyimpangan anggaran dan berdampak pada sekitar 1.400 pegawai rumah sakit.
Dalam konferensi pers peringatan Hari Antikorupsi Sedunia, Hendro menjelaskan bahwa persoalan Jaspel akan menjadi bagian dari pendalaman Kejaksaan. Ia menilai meningkatnya kasus korupsi menuntut penanganan lebih kuat karena dapat merugikan negara sekaligus memicu kegaduhan di tengah masyarakat.
“Permasalahan Jaspel akan kami jadikan informasi penting untuk pendalaman lebih lanjut. Situasi korupsi sekarang sangat memprihatinkan, sehingga pemberantasan tipikor harus diperkuat. Dampaknya bukan hanya merugikan rakyat, tetapi juga memicu kegaduhan,” tegasnya.
Sebelumnya, karyawan RSUD Selong mempertanyakan transparansi pembayaran Jaspel BPJS yang belum mereka terima selama tiga bulan. Mereka menyampaikan bahwa Jaspel adalah hak pegawai, namun belum ada penjelasan resmi dari direksi, sementara pembayaran hanya dilakukan untuk bulan September dengan besaran yang dinilai tidak sesuai standar sebelumnya. Kondisi internal rumah sakit disebut memanas setelah muncul informasi mengenai kenaikan Jaspel pejabat dan jajaran direksi, sementara Jaspel pegawai justru dipangkas.
PLt Direktur RSUD Selong, dr. Anjas Moro, mengakui adanya tunggakan Jaspel yang mencapai sekitar Rp10,3 miliar. Ia menyebut persoalan tersebut terjadi sebelum dirinya menjabat dan saat ini manajemen menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat. “Kami menunggu hasil pemeriksaan Inspektorat. Tunggakan ini terjadi sebelum saya menjadi PLt,” jelasnya.
Anjas menambahkan bahwa manajemen berkomitmen menyelesaikan kewajiban pembayaran, meski belum dapat memastikan waktu realisasinya. Ia menyebut pembayaran kemungkinan tidak dapat dilakukan tahun ini dan akan dicicil sesuai kemampuan anggaran.
“Kami akan mengupayakan agar hak pegawai dibayarkan. Kemungkinan tidak bisa direalisasikan tahun ini, tetapi akan dilakukan bertahap jika anggaran memungkinkan,” ujarnya.
Ia menjelaskan bahwa besaran Jaspel ditentukan berdasarkan sistem remunerasi rumah sakit yang berkisar 35 persen dari dana BPJS, sementara penyebab keterlambatan masih menunggu hasil pemeriksaan lebih lanjut. “Saya belum mendapatkan informasi detail. Dana BPJS sebenarnya sudah masuk,” tambahnya.
Kasus keterlambatan Jaspel ini sebelumnya juga pernah terjadi pada kepemimpinan berbeda. Proses pemeriksaan Inspektorat dan pemantauan Kejaksaan kini menjadi langkah lanjutan untuk memastikan kejelasan pengelolaan anggaran Jaspel di RSUD dr. R. Soejono Selong.

