Lima Pemilik Tambang di Lotim Laporkan Dugaan Pengerusakan dan Intimidasi
Lombok Timur (Inside Lombok) – Polemik seputar aktivitas galian C di Lombok Timur (Lotim) kembali mencuat. Lima pemilik tambang resmi melaporkan dugaan pengrusakan dan intimidasi yang terjadi saat inspeksi mendadak oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) pada Senin (4/11) kemarin. Inspeksi ini dilakukan di beberapa wilayah tambang, seperti Kalijaga Selatan, Kalijaga Baru, Kalijaga Timur, dan Korleko Selatan.
Ketua Asosiasi Tambang, Maedi menyampaikan pihaknya bersama lima pemilik tambang lain telah melaporkan insiden pengrusakan yang terjadi di area tambang mereka. Menurutnya, pelaku tidak hanya melakukan tindakan perusakan, tetapi juga mengintimidasi para pemilik tambang.
Karenanya, mereka memutuskan untuk melaporkan kasus tersebut kepada Aparat Penegak Hukum (APH). Meskipun demikian, saat inspeksi berlangsung, aktivitas penambangan sudah terhenti, sehingga situasi dianggap kondusif.
“Kami merasa bingung, tidak bekerja mereka marah, bekerja pun tetap mendapat protes. Mereka sering mengeluhkan pencemaran lingkungan, padahal saat kami tidak beroperasi, pencemaran tidak terjadi. Kami menduga ada motif lain di balik aksi ini. Semua anggota asosiasi kami sudah mengantongi izin dan melalui proses yang benar,” ujar Maedi, Kamis (7/11).
Maedi menambahkan pihaknya telah mengikuti prosedur yang ditetapkan dan diawasi oleh instansi terkait, seperti Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Ia menyambut baik adanya upaya penertiban, namun tidak dengan cara-cara pengrusakan, terutama jika dilakukan oleh warga sekitar.
Lebih lanjut, Maedi menyoroti tindakan Asisten II Pemprov NTB yang dianggap membiarkan warga melakukan aksi pengrusakan. Menurutnya, pemerintah seharusnya berperan sebagai penengah dan mengikuti standar operasional prosedur (SOP) dalam melakukan sidak. Pemerintah perlu bersikap objektif, bukan malah terkesan memprovokasi.
“Sebagai penambang, kami berkontribusi terhadap pendapatan daerah melalui pajak dan lain-lain. Bahkan, kendaraan yang digunakan untuk sidak berasal dari pendapatan yang kami sumbangkan,” tegas Maedi.
Ia juga menilai sidak yang dilakukan Pemprov NTB bersama OPD terkait sebagai bentuk provokasi. Pasalnya, aksi pengrusakan tidak hanya terjadi di satu lokasi, melainkan di lima titik tambang yang berbeda.
“Sidak ini seperti konvoi yang membawa massa besar. Setelah terjadi keributan di satu tempat, mereka pindah ke lokasi lain dan kembali menimbulkan kericuhan. Ini jelas provokasi, sampai di lima titik tambang,” ungkapnya.
Sementara itu, Agus, salah satu penambang lain, turut mengkritik sidak tersebut. Menurutnya, sudah ada mediasi sebelumnya dan situasi sudah berjalan baik. Namun, dengan adanya sidak ini, masalah justru semakin membesar. Ia menganggap tindakan tersebut seperti membangunkan macan yang sedang tidur.
“Saya sangat menyayangkan tindakan Asisten II Pemprov NTB yang melakukan sidak tanpa melibatkan pihak pemerintah desa dan APH. Kami sudah melaporkan tindakan provokasi ini dan memiliki bukti berupa video konvoi. Asisten II seharusnya menghentikan sidak ketika mengetahui adanya pengrusakan, bukan malah melanjutkan ke lokasi lain,” pungkas Agus. (den)