Lombok Timur (Inside Lombok) – Polemik keberadaan dan dampak galian C masih terus disuarakan oleh masyarakat terdampak agar hal tersebut dapat menemukan solusi atas kerusakan yang ditimbulkan. Setelah melakukan aksi beberapa waktu lalu, kini warga dari 3 desa yakni Korleko, Korleko Selatan, dan Tirtanadi kembali menyuarakan protesnya ke DPRD Lombok Timur (Lotim).
Kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh aktivitas tambang galian C di sejumlah wilayah Lombok Timur, seperti Kecamatan Labuhan Haji, Wanasaba, dan Aikmel, memicu kemarahan warga. Mereka menuntut agar pemerintah segera menghentikan aktivitas tambang ilegal dan memulihkan kondisi lingkungan yang rusak.
Hal tersebut diutarakan masyarakat saat hearing di Kantor DPRD Lotim bersama dengan dinas terkait, kepolisian, asosiasi penambang dan anggota DPRD pada Selasa (15/10). “Kami mendesak pemerintah dan aparat untuk menutup secara permanen akses ke tambang ilegal tersebut serta menindak tegas pelanggar hukum,” ujar Sapardi Rahman Zain, Trantib Desa Korleko.
Menurutnya, aktivitas tambang yang tidak terkendali telah merusak infrastruktur jalan dan menurunkan kesuburan lahan pertanian. Ia menyatakan bahwa penutupan tambang ilegal sebelumnya sempat dilakukan, namun aktivitas tersebut kembali berlanjut. “Kami meminta agar setiap penambang ilegal yang beroperasi tanpa izin segera diproses secara hukum,” tegas Sapardi.
Sapardi juga menyoroti pentingnya peran DPRD dalam memastikan penegakan undang-undang yang sudah dibuat. “Jangan lemah, DPRD harus tegas menegakkan aturan yang ada,” tambahnya.
Di sisi lain, Ketua Asosiasi Tambang Pasir Lombok Timur, Maudi, membantah tuduhan bahwa tambang yang terdaftar dalam asosiasi melakukan pelanggaran. Ia menegaskan bahwa anggota asosiasi, yang berjumlah 22, selalu beroperasi sesuai dengan Standar Operasional Perusahaan (SOP). Meski demikian, ia mengakui adanya penambang ilegal di luar asosiasi yang menjadi masalah utama.
“Kami selalu mematuhi SOP yang berlaku, namun jangan sampai penambang legal yang berkontribusi bagi daerah menjadi korban,” ujar Maudi. Ia juga meminta agar pemerintah daerah tidak mempersulit proses perizinan tambang, sehingga lebih banyak penambang yang beroperasi secara legal.
Ia mengeluhkan proses perizinan yang rumit dan retribusi yang berbelit, meskipun biaya yang dikeluarkan penambang cukup besar. “Kami sudah bertahun-tahun berupaya memenuhi izin, tetapi prosesnya selalu berlarut-larut,” keluhnya.
Ketua DPRD Lombok Timur, Muh. Yusri, merespons tuntutan masyarakat dengan menyatakan bahwa pihaknya akan membentuk tim khusus untuk menangani masalah tambang galian C ini. Ia juga menyebutkan bahwa langkah lebih lanjut akan diambil setelah mendapat Surat Keputusan (SK) terbaru dari Pj. Bupati Lombok Timur. “Kami menunggu SK dari Pj. Bupati dan akan segera menyampaikan informasi ini kepada pemerintah daerah,” pungkas Yusri. (den)