Lombok Timur (Inside Lombok) – Rumput laut menjadi salah satu komoditas andalan dalam program strategis Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB, bersama dengan sapi dan jagung. Namun nasib rumput laut sendiri saat ini terkesan perlahan terlupakan.
Rumput laut atau yang dikenal juga dengan sebutan geranggang di wilayah Lombok Timur misalnya, terlihat lesu untuk budidayanya akibat sejumlah kendala yang dihadapi oleh para petani. Mulai dari kondisi cuaca hingga harga bibit yang cenderung mahal ketimbang harga jualnya.
Meski harga rumput laut kini terbilang murah, tidak ada pilihan lain bagi sebagian masyarakat Desa Seriwe, Kecamatan Jerowaru, Lombok Timur untuk bertahan di berbagai kendala yang dihadapi.
Inaq Sahuri, salah satu petani rumput laut mengaku dampak dari kondisi cuaca yang dipengaruhi El Nino sangat berpengaruh terhadap keberlangsungan budidaya dalam bentuk kuantitas produksi. Bahkan tak jarang ia mendapatkan hasil yang sangat minim. “Apa yang kita harapkan? bahkan hasil yang kita dapat tidak ada,” katanya, Selasa (06/02/2024).
Dalam dua bulan terakhir para petani mengungkapkan mengalami kerugian yang lumayan besar. Bahkan Sahuri mengaku harus menelan kerugian hingga jutaan rupiah pada November dan Desember 2023 lalu. “Kerugian saya sendiri kemarin mencapai Rp8 juta,” tuturnya.
Senada, petani rumput laut lainnya, Novayatul Andayani menyebut faktor cuaca yang tak mendukung sangat menjadi kendala besar bagi mereka, terlebih harga bibit yang tak pernah turun. Harga bibit saat ini sendiri mencapai Rp350–400 ribu per kwintalnya. “Harga segitu kualitas yang kita dapatkan kurang bagus,” tuturnya.
Harga rumput laut kering sendiri dulunya berkisar Rp30–40 ribu per kilogramnya. Sementara saat ini harganya hanya menyentuh Rp15 ribu per kilogram. Kendati, harga itu masih dianggap lumayan baik jika dibandingkan dengan harga beberapa bulan lalu. “Mulai Januari sudah mulai turun hujan sehingga cuaca mulai sejuk. Mudahan bisa berpengaruh terhadap aktivitas budidaya kita,” pungkasnya. (den)